Mohon tunggu...
Dede Kodrat Alwajir
Dede Kodrat Alwajir Mohon Tunggu... -

@kodratalwajir | Presenter Carlita TV | Personal Branding Planner | Peraih Penghargaan Presenter TV Terpavorit di Ajang KPID Banten Award\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kawanan Siput dan Titanic Syndrome

6 Maret 2016   10:55 Diperbarui: 6 Maret 2016   11:06 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Alkisah, ada seorang wakil raja siput yang sudah hampir satu tahun diresmikan sebagai raja. Ia dilantik sebagai raja, karena raja sebelumnya menjadi tersangka karena dituduh menggelapkan uang kerajaan. Sebagai raja baru ia butuh pengikut. Karena ia siput, ia tidak ingin orang disekelilingnya melebihi setiap keterlambatannya. Ia ingin orang dibelakangnya lebih lambat dari dirinya. Agar ia bisa dibilang cepat diantara orang-orang yang lambat. 

Di antara kawanan siput di kerajaannya, merapatlah siput sastrawan, siput seniman ditambah lagi dewan siput. Tidak ketinggalan teknokrat dan birokrat merancang grand design Rencana Kerja Kerajaan bertema keterlambatan. Karena mereka yakin dengan tema itu, semua rakyat siput bisa maju dalam arti selambat-lambatnya.

Terdapat nukilan dari hasil kesepakatan itu, siput seniman dan siput sastrawan yang hobinya mengkritik era raja sebelumnya diberikan jabatan dan diberi kegiatan Anggaran Pendapatan dan Belanja kerajaan. Dengan kompensasi itu, mereka tidak akan mengkritik lagi. Kerajaan siputpun tentram tanpa pergolakan politik. Ketentraman itu mereka kira sebagai kemajuan. 

Mereka tidak tahu, apa yang mereka rasakan adalah virus yang dinamakan Titanic Syndrome. Merasa besar, tak terkalahkan, paling suci dan mustahil tenggelam. Padahal itu semua semu. Karena semua telah dikondisikan dengan baik. Semua hanya seolah-olah baik dan seolah-olah maju. Akibatnya karena terlalu tentram, mereka tak sadar kerajaan siput itu tak lama lagi akan mengalami turbulensi.

Dari kisah imaginer di atas, seharusnya kita mampu mengambil hikmah. Bahwa keadaan sehari-hari kita memang begitu. Kita harus jujur dan sadar, itulah realitas yang harus dihadapi disana-sini dalam sendi kehidupan pemerintahan. Begitu pula dengan perekenomian bangsa kita yang sedang dirundung keterombang-ambingan. Satu persatu investor hengkang. Mereka memilih pergi untuk menyelamatkan cashflow perusahaan dari pada terus menerus merugi. Surat kabar yang kita baca setiap hari menunjukan ada sesuatu yang tidak beres di negeri ini.

Belum lagi pulih luka-luka ekonomi bangsa. Alih-alih bekerja untuk kemajuan, salah satu Gubernur di Banten malah melindungi tersangka korupsi. Hebat, katanya ia berani menjaminkan dirinya untuk menjaga tersangka tersebut. Janji tinggal janji untuk memberantas korupsi dan memajukan ekonomi. Semua carut marut tak bertepi. Benar-benar tanpa prestasi.

Anehnya, setelah menjamin tersangka korupsi ia tetap ongkang-ongkang kaki. Begitu percaya diri di depan kamera dan media cetak. Bahwa ujarnya Banten tidak apa-apa, semua berjalan normal seperti biasa.  Ia tidak tahu, ada 80 ribu orang yang akan menjadi calon pengangguran setelah keputusan pailit perusahaan di terbitkan. 

Sementara itu, bila merujuk pendapat Philip Kotler (2011) dalam bukunya ‘Chaotics’, telah memperingatkan kepada CEO perusahaan maupun pemerintah bahwa era abad ini adalah abad ketidak pastian. Kondisi daerah akan dipenuhi keterkejutan. Maka dari itu, semua harus bersiap-siap, tidak bisa berleha-leha dalam menghadapi turbulensi yang kapan saja bisa terjadi.

Turbulensi dimaknai sebagai situasi gangguan yang diluar kenormalan. Dalam ilmu alam, turbulensi dianggap menggganggu keseimbangan yang telah mapan. Keseimbangan terganggu ketika ada satu kejadian yang diluar kebiasaan.

 Misalnya banjir bandang, longsor, gempa bumi dan sebagainya. Tak jauh berbeda, begitu pula turbulensi mengenai sosial dan ekonomi. Turbulensi tersebut terus menerus menghantui kita semua. Tidak dapat terprediksi kehadirannya. Tiba-tiba, mendadak dan mematikan.

Era yang penuh ketidak pastian ini perlu disikapi dengan arif dan bijak oleh kita semua. Terutama mereka yang memegang kendali kebijakan. Sebagai nahkoda kapal Negara mereka perlu menyiapkan rencana tambahan dalam buku pemikiranya. Tidak bisa hanya secara regular menjalankan pemerintah sesuai tugas pokok dan fungsinya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun