Catatan DK (1)
Aku, Abah, dan Kemesraan yang Sempat Hilang.
Lahir pada tanggal 9 Januari 1931. Puji syukur kehadirat Tuhan. Sampai hari ini, Abah masih bisa menyaksikan terbit-tenggelamnya matahari.
Boleh dibilang, hubungan di antara kami sekarang bagai amplop dan perangko. Akan tetapi, jika ditarik jauh ke belakang, ampun deh. Kala itu aku dan Abah layaknya dua laki-laki asing yang hidup di bawah atap yang sama.
Ya, perjalanan hidup tidak lepas dari yang namanya proses.
Dulu, aku lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Sedangkan Abah, menurut sudut pandangku selaku anak, ialah tipe orangtua yang cuek. Acuh tak acuh terhadap tindak-tanduk yang kulakoni. Baik itu mulai dari masa sekolah, kuliah, sampai soal pekerjaan.
Menurut Abah, simpel saja. Kalau anaknya keluar rumah, maka pergi dan pulang harus dalam kondisi utuh. Sebatas itu tok. Titik.
Sampai akhirnya, Tuhan turun tangan. Mengubah arah hubungan di antara kami ke jalur yang lebih baik dari sebelumnya.
Bum!Â
Abah tumbang, dan harus menjalani operasi prostat. Sebuah kenyataan yang benar-benar menamparku. Prak!