Indonesia adalah negara dengan populasi manusia terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk sekitar 258 juta jiwa atau sekitar 3,5% dari keseluruhan jumlah penduduk di dunia. Dari 258 juta jiwa tersebut terdiri dari berbagai macam suku, etnis, dan agama. Menurut sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 81,18% dari seluruh penduduk Indonesia atau sekitar 193 juta jiwa beragama Islam. Dengan jumlah penduduk muslim yang begitu besar inilah yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia.
Meskipun Agama Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, tidak serta merta membuat kondisi sosial masyarakat di Indonesia menjadi berat sebelah. Tingkat toleransi di masyarakat begitu tinggi dan terjaga. Hal ini tidak lepas dari pengaruh semboyan Negara Indonesia yaitu "Bhineka Tunggal Ika" yang mempunyai makna, meskipun berbeda-beda tapi tetap satu jua.
Ada berbagai macam teori yang membahas tentang masuknya Islam ke Indonesia. Yang pertama ada teori yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M yang dibawa oleh para pedagang dari Gujarat. Lalu ada juga teori yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M yang dibawa oleh pedagang dari Mekkah. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke 13 M yang dibawa oleh orang-orang Persia.
Sedangkan untuk kedatangan Islam di tanah Jawa, para ahli sepakat bahwa Islam datang pertama kali pada masa pemerintahan raja-raja Hindu. Hal ini diperoleh dari Prasasti Makam yang ditemukan di Gresik. Yaitu pada nisan Fatimah Binti Maimun yang wafat pada tahun 1.087 M. Prasati ini menjadi bukti otentik bahwa Islam telah menyebar di Pulau Jawa. Khususnya di Jawa Timur pada masa pemerintahan raja Hindu, yaitu Raja Airlangga.
Terlepas dari berbagai macam teori tentang masuknya Islam ke Indonesia, dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia sudah sangat lama dan disebarkan secara damai tanpa adanya kekerasan, dan paksaan. Hal ini didukung oleh pendapat dari Wertheim yang menyebutkan bahwa Islam disebarkan melalui perdagangan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa arus perdagangan pada masa itu, khususnya di pesisir pantai Utara Jawa yang begitu ramai oleh para pedagang baik dari Eropa, India, Asia Tengah, dan Asia Timur.
Namun, pendapat ini juga mendapat bantahan dari ahli sejarah lain yaitu Van Leur. Ia menyatakan bahwa tidak mungkin Islamisasi bisa dilekukan secara besar besaran hanya oleh kaum pedagang dan perkawinan semata. Di sisi lain para sejarawan banyak yang menyokong Teori Da'I Sufi yang menyatakan bahwa Islam disebarkan oleh para kaum pendakwah sufi seperti dari wilayah Bengal.Â
Hal ini dibuktikan dengan corak Islam di Jawa yang bersifat mistik dan temuan naskah-naskah lama di beberapa wilayah Jawa yang bertemakan penyebaran Islam melalui kegiatan sufistik. Penyebaran Islam di wilayah Jawa ini juga tidak terlepas dari peran Wali Songo yang mana makamnya banyak diziarahi umat Islam di Jawa.
Kedatangan Islam ke Indonesia khususnya di daerah pesisir Utara Jawa secara tidak langsung menciptakan suatu akulturasi budaya baru antara budaya yang dibawa oleh orang-orang pendatang dan budaya asli dari penduduk pesisir Jawa sendiri. Akulturasi ini menciptakan sebuah budaya baru yang terus lestari bahkan hingga masa kini. Hasil akulturasi ini dapat kita lihat pada menara Masjid Kudus yang merupakan akulturasi antara Agama Islam dengan Hindu.
Selain berupa bangunan bentuk akulturasi kebudayaan ini juga dapat berupa kegiatan seperti Tahlilan. tahlilan ini merupakan upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca Surah Yasin dan beberapa surah dan ayat pilihan lainnya. Diikuti kalimat-kalimat tahlil (laa ilaaha illallaah), tahmid ( Alhamdulillaah), dan tasbih (Subhanallaah). Tahlilah biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke-3, 7,40,100,1000 dan khaul (tahunan).
Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Buddha yairu kenduri, selamatan, dan sesaji. Dalam ajaran agama Islam hal ini tidak dibenarkan karena mengandung kemusyrikan. Sehingga dalam tahlilan sesaji diganti bengan berkat atau nasi dan lauk pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kali Jaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya semula.
Selanjutnya ada Sekaten, yang merupakan upacara untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan keraton Jogjakarta atau Maulud. Selain untuk maulud, sekaten juga diselenggarakan pula pada bulan Besar atau Dzulhijjah. Pada perayaan ini gamelan sekaten diarak dari keraton ke halaman Masjid Agung Jogja dan dibunyikan siang malam sejak seminggu sebelum tanggal 12 Rabiul Awal.Â
Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagunya berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadatain, kemudian menjadi sekaten.
Tradisi sekaten ini hampir sama dengan tradisi memandikan Gong Kyai Pradaah di Lodoyo, Blitar yang dilakukan untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW. Yang mana pada akhir acara air bekas memandikan gong banyak dicari warga karena dipercaya dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit.
Ada juga tradsi Megengan atau Dandangan. Tradisi ini merupakan upacara Untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Dalam tradisi ini dilakukan kenduri di setiap rumah warga, namun pada masa sekarang kenduri banyak dilakukan secara bersama sama di masjid maupun mushola. Selain itu masyarakat juga melakukan ziarah ke makam sanak saudara yang telah meninggal.Â
Di beberapa tempat acara utama tradisi ini adalah menabuh bedug yang ada di masjid sebagai tanda bahwa esok hari telah memasuki bulan Ramadhan. Tradisi ini masih terpelihara khususnya di daerah Kudus dan Semarang.
Lalu ada Nyadran. Istilah nyadran berasal dari kata sadran dari Bahasa jawa yang berarti ziarah atau nyekar. Sedangkan dalam Bahasa kawi dari kata sraddha yang artinya upacara peringatan hari kematian seseorang. Nyadran dalam tradisi jawa bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka.Â
Di daerah lain nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara). Kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzyhur.
Terkait mengenai berbagai tradisi kebudayaan Islam di jawa yang merupakan akulturasi antara agama Islam dan Hindu Buddha ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat pada zaman sekarang. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa tradisi seperti ini masih diperbolehkan di dalam syariat Islam karena yang membuat beberapa tradisi ini tak lain adalah ulama wali songo itu sendiri. Namun Tak sedikit pula yang menentang pelaksanaan tradisi-tradisi ini.
Masyarakat yang menentang tradisi ini berpendapat bahwa tradisi-tradisi seperti tahlilan kematian, larung sesaji setiap tanggal 1 Sura, Memandikan gong dan membagikan airnya untuk obat, semua itu merupakan kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam dan menjurus ke dalam kemusyrikan. Menurut mereka pada zaman dahulu wali songo membuat tradisi seperti itu adalah agar para masyarakat jawa pada masa itu tidak kaget karena harus meninggalkan tradisi mereka terdahulu.
Oleh karena itu para wali songo mengubahnya sedikit demi sedikt dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat pada masa itu, Sedangkan di zaman sekarang ilmu tentang agama Islam telah begitu luas dikenal masyarakat Indonesia, dan diketahui bahwa tradisi-tradisi seperti itu tidak sesuai dengan syariat-syariat islam yang dicontohkan oleh Rasullulah SAW.
Terlepas dari polemik pro dan kontra masalah tradisi ini, sikap kita seyogyanya adalah saling menghormati. Kita tidak boleh memaksakan suatu kehendak kepada orang lain. Jika ada sesuatu yang salah maka kita sampaikan bagaimana kebenarannya. Masalah seseorang akan berunah atau pun tidak itu terserah setiap pribadi masing masing. Kita harus menjunjung tinggi rasa kebersamaan dan toleransi. Jangan jadikan tradisi sebagai pemecah persatuan di dalam masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H