Ia dan beberapa tokoh masyarakat hanya menjelaskan bahwa kesenian ini diwariskan turun-temurun secara lisan dan tidak ada catatan tulis. Apa yang saya dapatkan adalah bahwa tujuan dari ritual ini adalah untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Penguasa agara warga masyarakat dihindarkan dari bermacam bencana dan malapetaka.Â
Selain itu, perkumpulan Sandur di Mujan, Klungkung, ini sudah berjalan sampai generasi ketujuh. Berarti, bisa dikatakan bahwa ritual ini merupakan warisan dari para leluhur Klungkung yang berasal dari Madura. Mereka berpindah ke kawasan Klungkung di era kolonial di mana banyak pengusaha Belanda membuka perkebunan di Jember dan sekitarnya.
Karena tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk menelaah pertunjukan Sandur ini, saya memutuskan untuk menelurusi literatur tentang seni ritual ini, khususnya yang berasal dari tradisi masyarakat Madura dan Jawa. Penelusuran literatur ini penting untuk mengetahui lebih lanjut, apakah Sandur di Klungkung ini lebih dekat ke tradisi Madura atau Jawa.Â
Untuk itu, saya harus melakukan perbandingan bentuk dengan cara, pertama-tama, menjabarkan Sandur dari tradisi Madura dan Jawa. Setelah itu, saya akan kembali membahas pertunjukan ritual Sandur di Klungkung, khususnya terkait bentuk, makna, dan peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat Klungkung. Â
Menelusuri Sandur
Membaca literatur terkait Sandur di masyarakat Jawa dan Madura, kita akan mendapatkan beberapa bentuk dengan fungsi kultural yang berbeda, meskipun sama-sama berasal dari tradisi masyarakat agraris.Â
Di Madura, setidaknya terdapat dua jenis Sandur, yakni untuk ritual dan hiburan. Sementara, di kawasan Tuban dan Bojonegoro, Sandur menjadi seni ritual menggabungkan drama, tari, dan musik dengan pesan-pesan moral yang berkaitan dengan masyarakat tani serta doa-doa memohon keselamatan.
Sandur yang digunakan untuk kepentingan ritual biasa disebut Sandur Pantel atau Dhamong Gardham. Dalam pertunjukannya di kawasan Sumenep dan sekitarnya, Sandur Patel terdiri dari tiga belas penabuh, lima penembang perempuan, seorang penegas (pemimpin), dan empat belas penari.Â
Terkait instrumen musik yang biasanya digunakan adalah saronen. Namun, ada juga pertunjukan yang tidak menggunakan alat musik, tergantung pada konvensi yang berlaku. Pertunjukannya merupakan kombinasi antara doa dan pepujian yang diikuti gerakan tari sederhana serta diiringi gamelan dan tembang Madura.