Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Neo-Eksotisisme dalam Banyuwangi Festival

6 Juni 2023   14:57 Diperbarui: 11 Juni 2023   07:27 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Banjar Village Festival 2017 digelar di Kecamatan Licin, Banyuwangi, pada 8-9 Juli 2017. Festival itu dibuka oleh Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko.(FIRMAN ARIF/KOMPAS.com)

Lagipula, kalaupun ada wisatawan kota yang menginap, mereka tidak tinggal di rumah warga, tetapi di hotel-hotel berbintang atau home stay yang bagus. Mereka pun berbelanja di pusat oleh-oleh yang ada di kota. Wacana yang selalu dimobilisasi adalah keberhasilan pertumbuhan ekonomi secara makro dan peningkatan jumlah wisatawan domestik maupun mancanegara.

Dalam Kendali Pariwisata dan Ekonomi-Politik Birokrasi

Meningkatkan industri pariwisata merupakan tujuan utama dalam pemberdayaan budaya Banyuwangi melalui banyak event transformatif-lentur dalam B-Fest. Bukan untuk pelestarian budaya lokal apalagi pemberdayaan para pelaku. Memang benar ada sebagian seniman yang merasakan rezeki ekonomi melalui keterlibatakan mereka dalam even festival, parade, karnaval, ataupun pertunjukan di hotel dan resort. 

Namun, mayoritas seniman gandrung, janger, maupun jaranan masih tetap bergerak sendiri untuk melestarikan kesenian etnis. Neo-eksotisisme, dengan demikian, bukanlah formula ideal bagi pelestarian budaya lokal karena menghilangkan keutuhan estetika dan substansi filosofisnya bagi masyarakat dan kurang memberikan dampak positif bagi kehidupan para seniman. 

Alih-alih, formula tersebut memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri pariwisata di Banyuwangi. Pertumbuhan tersebut bisa dilihat, misalnya, dari peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke daerah ini dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 wisatawan domestik yang mengunjungi Banyuwangi sejumlah 1.057.952 orang. 

Tahun 2018 terjadi lonjakan jumlah wisatawan domestik berkunjung, yakni 5.039.934 orang. Rata-rata para wisatawan domestik ketika berkunjung ke Banyuwangi menghabiskan uang sebesar 1.638.000 rupiah. 

Jumlah kunjungan wisatawan mancangeara juga mengalami kenaikan signifikan. Pada tahun 2013 wisawatan mancanegara yang berkujung sebanyak 10.462 orang, meningkat signifikan menjadi 127.420 orang pada tahun 2018. Mereka rata-rata menghabiskan uang sebesar 3.700.000 rupiah.

Para investor jasa pariwisata pun mengincar pertumbuhan luar biasa tersebut sebagai peluang usaha. Beberapa hotel berbintang telah dibangun, seperti Hotel Santika, Hotel Aston, El Royale Hotel, Hotel Dialoog, Sahid Osing Kemiren, dan Illira Hotel. Dan, yang baru saja beroperasi di tahun 2020 adalah Kokoon Hotel. 

Beberapa resort hadir melengkapi hasrat eksotis wisatawan terhadap keindahan alam, seperti Jiwa Jawa Resort dan Ijen Resort and Villas di kawasan Gunung Ijen. 

Usaha rumah makan, restoran dan kafe yang mengusung makanan khas Using juga berkembang. Beberapa bahkan berlokasi di kawasan pedesaan yang tidak terlalu jauh dari kota, seperti Rumah Makan Kemarang di Desa Tamansuru, Kecamatan Glagah. 

Sumber: Pemkab Banyuwangi
Sumber: Pemkab Banyuwangi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun