Festival Ngopi Sepuluh Ewu merupakan acara yang digelar oleh warga Desa Wisata Osing, Kemiren. Para tamu disuguhi kopi dan minuman ala ndeso lainnya serta makanan berat dan makanan ringan. Kaum muda-mudi pun bercengkrama di kursi yang disediakan di pinggir jalan.Â
Acara dilengkapi dengan gelaran tari ataupun musik etnis oleh para seniman dari sanggar yang sudah dikontrak. Ironisnya, seringkali yang dipentaskan bukan berasal dari sanggar di kawasan Kemiren. Mayoritas pengunjung adalah warga dari desa tetangga dan wisatawan dari kota.Â
Fakta menariknya adalah bahwa masyarakat Kemiren tidak memiliki kebun kopi, sehinnga kopi yang disediakan berasal dari salah perkebunan. Acara ini mendapatkan liputan media karena labelnya yang unik.Â
Tidak jauh berbeda, Festival Sego Lemeng & Kopi Uthek (yang kemudian berganti nama Banjar Village Festival) juga menyuguhkan kopi yang gulanya digigit. Nasi lemeng adalah semacam nasi bakar yang awet sebagai makanan para pengangkut belerang. Sama seperti acara di Kemiren, Festival yang diselenggarakan pada pagi hingga siang hari ini juga dilengkapi dengan gelaran tari dan pertunjukan musik etnis dari kelompok di luar kawasan Licin.Â
Lagi-lagi, tidak ada yang cukup spesial dari even ini. Labelisasi festival dengan nama unik dan penyelenggaraan acara di desa merupakan kekuatan kultural dan ekonomis acara-acara tersebut, sehingga banyak media yang meliput.
Keterlibatan pemerintah dan warga desa dalam B-Fest selalu diklaim sebagai keberhasilan rezim Anas untuk menggerakkan partisipasi dari bawah dalam menyukseskan wisata budaya berbasis komunitas. Selain itu, Bupati Anas dan aparat birokrasinya selalu mengungkapkan wacana "keterlibatan warga" dalam setiap even dalam B-Fest.Â
Wacana itu memang mengarah kepada konsep pariwisata-berbasis-komunitas, sebuah aktivitas pariwisata yang menjadikan warga komunitas atau masyarakat lokal sebagai subjek yang terlibat secara langsung dalam perencanaan dan eksekusi di lapangan.
Mereka juga bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas dan atraksi yang membuat wisatawan nyaman. Konsep keterlibatan yang ditawarkan Anas merupakan perwujudan ideal dari wisata berbasis komunitas. Bahwa semua pihak harus terlibat memang sudah menjadi tuntutan karena merekalah yang akan menentukan kualitas apapun yang akan diberikan kepada wisatawan.Â
Penempatan warga masyarakat sebagai ujung tombak pemasaran wisata menegaskan peran dan kontribusi strategi dalam mekanisme keterlibatan, sehingga mereka akan secara sadar melakukan tanggung jawab. Sayangnya, belum ada kajian mendalam tentang dampak ekonominya karena festival di desa, apalagi hanya berlangsung setahun sekali.Â