Melalui cara tersebut, para siswa diidealisasi bisa belajar gerakan tari gandrung tanpa harus menjadi penari pertunjukan terob. Koreografi gandrung massal inilah yang disuguhkan kepada ribuan penonton di Pantai Boom Banyuwangi. FGS tetap mempertontokan karya koreogrfis gandrung dengan judul-judul tari yang masih sesuai dengan pakem.Â
Makna tradisional yang sudah diperbarui terlihat jelas dari karya koreografi yang tidak lagi diperuntukkan kepada kalangan tertentu yang nanggap, tetapi untuk memuaskan hasrat visual para wisatawan. Tujuan utama acara ini adalah mempromosikan wisata budaya dengan menggunakan kesenian etnis yang dianggap sebagai salah satu ikon identitas Banyuwangi.Â
Kesenian yang cukup populer di Banyuwangi ini diposisikan sebagai "agen khusus" karena banyak orang yang sudah tahu sehingga ketika dikemas dalam bentuk sendratari massal diharapkan mereka mau berkunjung.
Para koreografer FGS masih mengikuti pakem pertunjukan gandrung dalam hal gerakan tari, musik, dan tembang. Secara ideal itu dilakukan agar makna historis gandrung tetap terjaga, meskipun diperuntukkan untuk konsumsi wisatawan.
Adapun tema-tema yang diangkat adalah Jejer Gandrung (2012), Paju Gandrung (2013), Seblang Subuh (2014), Podho Nonton (2015), Seblang Lukinto (2016), Kembang Pepe (2017), Layar Kumendung (2018), dan Panji Sunangkoro (2019).Â
Pilihan tema tersebut bertujuan untuk mengingatkan para remaja dan penonton akan sejarah panjang gandrung yang berkaitan dengan perjuangan di era kolonial Belanda.Â
Meksipun demikian, Wolbers (1992: 278-283) berargumen bahwa makna perjuangan sebagaimana ditafsir oleh beberapa budayawan berdasarkan tembang-tembang dalam pertunjukan gandrung bisa dikritisi karena kontekstualisasinya sulit ditemukan.
Pilihan menggunakan pakem dan tembang gandrung dalam FGS bisa dibaca sebagai usaha rezim Anas untuk menunjukkan ke publik bahwa mereka memiliki perhatian untuk melestarikan pakem dan makna historis gandrung. Dengan demikian, meskipun dijadikan wisata budaya, publik masih menilai rezim Anas memiliki keseriusan dalam mengelola kesenian rakyat.Â
Kecerdasan strategi ini di satu sisi mampu mengurangi tuduhan negatif bahwa Bupati Anas memanfaatkan gandrung semata-mata untuk tujuan komersial. Di sisi lain, pertunjukan massal gandrung diharapkan bertujuan menarik kehadiran ribuan penonton, meksipun mayoritas dari mereka berasal dari Banyuwangi.Â
Para penonton dari luar Banyuwangi sebagian besar datang karena ingin menikmati tarian massal di Pantai Boom. Adapun para wisatawan asing yang selalu (di)hadir(kan?), baik dalam FGS ataupun BEC, menurut informasi dari beberapa sumber, adalah wisatawan yang hendak ke atau turun dari Gunung Ijen.Â
Atau, bisa juga mahasiswa asing yang sedang ada program di Banyuwangi. Kehadiran para wisatawan mancanegara tersebut penting untuk mencitrakan BEC sebagai ajang bergengsi yang menarik perhatian dunia internasional.