Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Globalisasi dan Kontestasi Strategis Masyarakat Lokal: Pengalaman Tengger

27 Mei 2023   08:47 Diperbarui: 29 Mei 2023   00:08 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarian dalam Upacara Adat Yadnya Kasada Suku Tengger. (Shutterstock/Syamhari photography via Kompas.com) 

Suku Tengger dalam upacara adat Yadnya Kasada. Konon legenda  Roro Anteng dan Joko Seger terkait dengan asal-usul nama Suku Tengger dan Upacara Kasada.(Shutterstock/priantopuji via Kompas.com) 
Suku Tengger dalam upacara adat Yadnya Kasada. Konon legenda  Roro Anteng dan Joko Seger terkait dengan asal-usul nama Suku Tengger dan Upacara Kasada.(Shutterstock/priantopuji via Kompas.com) 

Dalam konteks itu, orang Tengger menempatkan posisi unik dalam kajian budaya karena di era transformatif di mana banyak masyarakat Jawa mengarah pada budaya modern dan Islami dengan konsekuensi meninggalkan sebagian atau pola budaya tradisional mereka dan mempraktikkan beberapa pola baru, mereka tetap menunjukkan apresiasi yang tinggi terhadap kearifan lokal dan ritual mereka sebagai “paugeran” (pedoman).

Namun, kemajuan ekonomi sebagai implikasi dari pertanian kapitalis sejak zaman kolonial yang telah mengubah pola pertanian subsisten menjadi petani produktif-komersial hingga saat ini secara bertahap mengubah kondisi sosial budaya masyarakat Tengger menjadi kondisi yang lebih modern. 

Hefner (1999: 187-264) mencatat setidaknya tiga macam perubahan di masyarakat Tengger di Tosari (Pasuruan) sebagai wilayah penelitiannya: (1) perubahan pola kerja tani; (2) perubahan budaya konsumsi; dan (3) perubahan pemahaman ritual terkait kelas sosial dan nilai prestisius. 

Dalam pola kerja kontemporer, mereka lebih memilih membayar buruh bulanan atau harian daripada menggunakan pola masa lalu yang menekankan kerjasama kerabat dan kekeluargaan. 

Budaya konsumsi menjadi isu yang menarik karena pada masa lalu, sebelum pertanian komersial, orang Tengger kurang terbiasa dengan produk industri modern, terutama keperluan rumah tangga dan alat transportasi-komunikasi. Ketika uang lebih mudah didapat, mereka mulai membeli kulkas, televisi, furnitur, pakaian modis, mobil, sepeda motor, telepon seluler, dan yang lain. 

TP sekarang juga mengalokasikan banyak uang untuk menunjukkan kapasitas dan kemampuannya dalam menyukseskan ritual adat; semakin besar uang yang mereka gunakan, semakin bergengsi posisi yang mereka dapatkan. Kesimpulan umum mungkin lebih interpretatif dan perspektif yang berbeda mungkin lebih dapat diterapkan.

Kepopuleran produk-produk industri modern dan dampak yang mengikutinya, seperti menonton televisi pada sore hari setelah bercocok tanam, merupakan tanda budaya global dalam konteks Tengger. Mereka sangat menikmatinya untuk aktivitas sehari-hari, mulai dari praktik pertanian produktif hingga hiburan. 

Dengan kata lain, budaya global adalah "sesuatu yang biasa" di mana komunitas Tengger menemukan keuntungan yang berguna tanpa meninggalkan tradisi mereka. Mereka memahami peningkatan kapasitas keuangan dari pertanian modern dan pariwisata untuk terus mendukung dan mengembangkan beberapa ritual yang penting. 

Anak Suku Tengger di Gunung Bromo, Jawa Timur.(Shutterstock/Eva Afifah via Kompas.com) 
Anak Suku Tengger di Gunung Bromo, Jawa Timur.(Shutterstock/Eva Afifah via Kompas.com) 

Ritual akan membimbing mereka ke dalam hubungan harmonis dengan sesama manusia, alam, kekuatan supranatural, para dewa, dan Hong Pukulun (Tuhan Yang Maha Kuasa).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun