Dengan penguasaan tersebutm ia akan menjadi fokus bagi setiap tindakan penuh makna dan penuh perhatian yang sengaja diarahkan dan doproyeksikan bagi pencerahan kehidupan individualnya, bukan komunitasnya.
Kalaupun komuniats merasakan pengaruh positif dari tindakan rasionalnya, itu merupakan akibat dari bertemunya tindakan antarindividu dalam masyarakat yang diberikan kebebasan untuk melakukan pilihan yang masuk akal dan berdaya-guna.
Adapun modifikasi yang dilakukan adalah individualisme yang lebih dilekatkan kepada mekanisme pasar sebagai rezim kebenaran dan akomodasi terhadap budaya lokal untuk perluasan kapitalisme.
Dalam kapitalisme neoliberal, individu dituntut memiliki “spesialisasi”(skill) yang memudahkannya untuk melakukan “kompetisi” dengan individu-individu lain dalam sebuah mekanisme pasar yang menjamin “kebebasan” dan “efisiensi” untuk memperoleh keuntungan finansial yang menjadi kepemilikan pribadi (Turner, 2008: 115).
Untuk bisa mencapai kondisi tersebut, tiap individu dituntut untuk tidak terikat dengan aturan-aturan negara yang dianggap akan merusak tatanan kebebasan dan kompetisi berbasis pasar.
Meskipun demikian, kehadiran negara tetap penting bagi keberlangsungan individualisme dalam kerangka neoliberal untuk memperkuat fondasi hukum dan kebijakan yang menjamin kebebasan individu untuk memperoleh kesempatan sejajar di dalam kompetisi ekonomi serta menjamin keberlangsungan pasar bebas, baik dalam lingkup nasional maupun transnasional (Munck, 2005: 63)
Dalam kerangka pikir demikian, struktur naratif sastra akan memunculkan dua kemungkinan praktik diskursif dalam memosisikan ke-tradisional-an dan kuasa negara di tengah-tengah kapitalisme pasar.
Pertama, sebagian nilai dan praktik tradisional akan tetap dimunculkan utnuk membangun logika naratif sewajar mungkin ditengah perjuangan individu untuk menempa diri agar bisa mewujudkan cita-citanya.
Kedua, negara berada dalam posisi yang cair karena kehadiran institusi pemodal atau wacana neoliberal dalam proses perjuangan individual, sehingga rezim negara diidealisasi sebagai ‘wasit yang baik’ dari sebuah kompetisi.
Selain itu, kuasa negara terhadap konsep kebangasaan maupun nasionalisme menjadi tidak biasa lagi bersifat hegemonik, karena wacana neoliberal berperan juga dalam memberikan makna-makna baru yang seuai dengan kepentingan pasar. Ketiga, resistensi terhadap kuasa negara ketika ia membatasi kebebasan individual dalam mewujudkan cita-cita ideal sebagai subjek.