Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Tinggi dalam Kuasa Neoliberal: Pemikiran Giroux

23 Maret 2023   08:06 Diperbarui: 23 Maret 2023   08:31 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Protes terhadap neoliberalisme di Chile. Sumber: Opendemocracy.net

Lebih dari itu, kaum intelektual bisa bergabung dengan warga dan terkadang pemerintah untuk membangun dunia yang lebih adil dan demokratis. Salah satu peran konstruktif tersebut adalah membantu gerakan dan organisasi kerakyatan dalam upaya mereka untuk memajukan keadilan dan demokrasi. 

Dalam konteks demikian, pemahaman harus dikaitkan dengan praktik tanggung jawab sosial dan kemauan untuk membentuk gerakan politik yang menangani masalah nyata dan memberlakukan solusi konkret. Para akademisi, mahasiswa, bersama masyarakat harus serius menggarap sistem politik seperti apa yang sesuai dengan keinginan mereka. 

Aliansi tersebut juga perlu mulai mendesak hal-hal yang tidak dibahas oleh politisi di parlemen. Solusi nyata seperti pendidikan universal, redistribusi kekayaan, dan struktur politik partisipatif bisa memberdayakan.

Pemikiran kritis yang dipisahkan dari tindakan sosial seringkali sama kosongnya dengan tindakan yang dipisahkan dari pemikiran kritis. Kita membutuhkan politik dan pedagogi publik yang membuat pengetahuan bermakna untuk membuatnya kritis dan transformatif. 

Karikatur Darwinisme sosial, yang paling kaya yang bertahan. Sumber: philosophersforchange.org
Karikatur Darwinisme sosial, yang paling kaya yang bertahan. Sumber: philosophersforchange.org

Gagasan tentang pendidikan tinggi sebagai ruang publik yang demokratis sangat penting untuk proyek ini, terutama pada saat para pendukung neoliberalisme dan bentuk lain dari fundamentalisme politik dan agama mengantarkan era baru konformitas, kekejaman, dan pembuangan. Meskipun demikian, sebagai intelektual publik, akademisi bisa berbuat lebih banyak.

Pertama, para intelektual dapat menulis untuk banyak pembaca guna memperluas ruang publik, terutama melalui media baru, terkait berbagai masalah sosial termasuk hubungan antara serangan terhadap negara sosial dan penggundulan pendidikan tinggi. Perlu diingat, dalam masyarakat demokratis, pendidikan merupakan hak dan ini membutuhkan penataan ulang prioritas negara. 

Misalnya, anggaran militer dapat dipotong dua pertiga dan dana tersebut diinvestasikan sebagai gantinya untuk pendidikan umum dan pendidikan tinggi. Peningkatan anggaran pendidikan menunjukkan bahwa negara bertanggungjawab terhadap kesempatan belajar dan mengembangkan pemikiran kritis di universitas. 

Masalah terkait lainnya adalah kebutuhan intelektual publik untuk menjadi bagian dari gerakan sosial yang bertujuan membongkar kompleks industri penjara dan negara yang menghukum, yang menghabiskan dana miliaran dolar untuk memenjarakan orang ketika dana tersebut dapat digunakan untuk mendanai pendidikan publik dan tinggi atau dukungan sosial lainnya yang dapat membantu mencegah perilaku kriminal. 

Negara yang menghukum adalah ancaman yang mengerikan tidak hanya bagi publik dan pendidikan tinggi, tetapi juga, secara lebih luas, bagi demokrasi itu sendiri. Itu adalah pilar negara otoriter, meremehkan kebebasan sipil, mengkriminalisasi berbagai perilaku sosial yang terkait dengan masalah sosial yang konkret.

Kedua, akademisi, seniman, jurnalis, dan pekerja budaya lainnya perlu terus menyuarakan pekerja tidak tetap yang mengalami nasib buruk, baik di universitas maupun di perusahaan, serta warga masyarakat yang mengalami ketidaksetaraan besar dalam kekayaan dan pendapatan yang kini merusak setiap aspek politik dan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun