Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hibriditas Budaya: Konsep, Strategi, dan Implikasi

24 Maret 2023   00:12 Diperbarui: 24 Maret 2023   11:47 4244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni instalasi “Fish Net Stockings” karya Joellyn Rock & Alison Aune menggunakan media hibrid. Foto: Joellyn Rock. Sumber: https://www.uib.no

Pengantar

Hibriditas budaya ataupun budaya hibrid saat ini menjadi istilah yang banyak diperbincangkan dalam kajian sosio-humaniora seperti sosiologi, antropologi, religi, sastra, dan media, meskipun pada awalnya banyak digunakan dalam wacana saintifik. 

Tidak bisa disangkal lagi, keterkenalan istilah tersebut terkait erat dengan perkembangan wacana pascakolonial dan globalisasi yang dari hari ke hari semakin berkembang dalam perdebatan akademis, baik dalam jurnal, buku, maupun mimbar seminar dan konferensi. 

Dalam konteks kedua wacana tersebut, hibridisasi merujuk pada sebuah proses yang mempertemukan dua atau lebih budaya dalam satu ruang kultural yang kemudian menghasilkan strategi-strategi untuk melakukan percampuran. 

Namun dengan tujuan-tujuan politis untuk menegosiasikan kepentingan lokalitas dalam menghadapi "yang dari luar", sebagai akibat dari kolonialisasi, neokolonialisasi, dan globalisasi yang memang selalu menghadirkan praktik dan bentuk kultural dari luar ruang lokal.

Dalam perkembangannya, istilah budaya hibrid seringkali hanya dipahami semata-mata sebagai bentuk dan praktik percampuran dua atau lebih budaya dengan hasil sebuah format baru yang berwarna campuraduk tanpa menghilangkan karakteristik budaya-budaya sebelumnya. 

Terma-terma yang biasa muncul dari konteks tersebut antara lain musik hibrid, film hibrid, ritual hibrid, pakaian hibrid, gaya hidup hibrid, dan masih banyak lagi. Pemahaman tersebut tentu sah-sah saja dalam konteks akademis. 

Namun demikian, pemahaman tersebut cenderung meletakkan kajian semata-mata pada hasil atau produk percampuran dari hibridisasi untuk kemudian mengkebiri "potensi politis dan strategis" di balik hibridisasi kultural yang berlangsung.

Gilroy (dikutip Hutnyk, 2005: 82) mengajak untuk tidak serta-merta menggunakan kata hibrid, hibriditas, maupun hibridisasi kalau itu semua hanya mengekor pada penggunaan kata-kata tersebut dalam bidang pengetahuan lain, seperti pengetahuan rasial, biologi, maupun pertanian, yang memang sekedar menunjukkan fakta laboratoris usaha-usaha untuk melakukan percampuran. 

Sumber: https://www.mei.edu
Sumber: https://www.mei.edu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun