Menurut Surti, salah satu tokoh perempuan adat, mereka meminta penyelenggara untuk mengganti sabung ayam dengan sabung ayam-ayaman yang diperankan manusia. Setelah tarian pertama di bawakan, di adakan ritual sabung ayam akan tetapi sabung ayam yang seharusnya menggunakan ayam.Â
Dikarenakan banyak pihak yang ingin mendapatkan nama baik di hadapan Bupati, beberapa pihak mengganti ayam sesungguhnya dengan ayam buatan yang biasa di gunakan dalam pertunjukan seni tari, kekecewaan terlihat di raut muka para sesepuh.Â
"Bupati iku mong limang tahun tapi adat iku selawase" Â (Bupati itu hanya 5 tahun, tapi adat itu selamanya), ujar salah satu tokoh adat yang kecewa pada malam itu, emosi jelas terlihat dari semua masyarakat adat karena kearifan lokal di masyarakat adat sudah di intervensi negara.Â
Hingga acara usai kekecewaan masih bergelayut di raut muka para sesepuh adat. Mereka berkumpul untuk mendiskusikannya walau kondisi badan mulai kelelahan hanya karena tragedi pencitraan itu sudah tidak di rasakan lagi. "Hilang sakralnya" menjadi wacana yang berkembang di masyarakat ketika adu ayam diganti ayam yang diperankan manusia.Â
Para tokoh adat pun berharap agar ke depan intervensi terhadap ritual tidak lagi terjadi karena bisa berdampak terhadap perubahan makna dan bergeseranya kesakralan.Â
Sebuah ritual apabila terdapat campur tangan pihak lain yang mengakibatkan ritual itu melenceng dari semestinya diyakini akan menimbulakan hal yang buruk terutama untuk daerah yang bersangkutan karna sudah merusak keaslian dari ritual yang diyakini itu.Â
Hal ini juga terjadi pada Seblang Bakungan pada tahun 2011, karena ketakutan panitia penyelenggara pada pemerintah daerah di mana kepala pemerintahannya sangat kental dengan nilai keislaman sehingga mengganti beberapa bentuk dalam ritual tersebut.Â
Perintah aparat dari Dinas untuk mengganti adegan sabung ayam sungguhan adalah usaha untuk mencari muka, sekedar pencitraan, agar mendapatkan perhatian dan simpati dari Bupati Abdullah Azwar Anas. Pemuka adat dan penyelenggara jelas tidak berani menolak perintah tersebut, karena mereka rakyat biasa.Â
Intervensi untuk mengubah ayam sungguhan menjadi ayam-ayaman memang menunjukkan adanya kekurangpahaman birokrat terhadap makna sakral dari sebuah ritual.Â