Tampak jelas, mereka hanya menginginkan kesan baik dari bupati dan menyukseskan agenda pariwisata yang tidak bertentangan dengan agama. Ya, para pelaku tradisi memang seringkali berada dalam posisi tidak berdaya dan hanya bisa melampiaskan ketidakberdayaan tersebut dengan keluh-kesah yang menggugat si penguasa.
Celakanya, akibat pengubahan adegan sabung ayam tersebut, terdapat beberapa musibah yang diyakini oleh masyarakat Bakungan terjadi akibat pengubahan.Â
Menurut salah salah satu informasn, masyarakat bakungan mengalami kedukaan karna kematian yang berturut-turut pada warganya. Ketua panitia Seblang 2011 mendapat musibah kecelakaan dan mengalami luka parah. Ketua adat Bakungan mendapat musibah sakit yang tak kunjung sembuh.Â
Bendahara panitia dalam acara tersebut meninggal karena kecelakaan. Orang yang menjadi pemeran ayam di prosesi adu ayam meninggal karena kecelakaan. Demikian pula, penari Seblang-nya pun tiba-tiba meninggal.Â
Kejadian tersebut, kalau dikaitkan dengan pikiran modern, jelas tidak masuk akal. Namun, masyarakat pun tidak salah mengaitkan peristiwa-peristiwa tragis tersebut dengan berubahnya adegan adu ayam. Itu nalar kosmologis mereka di mana satu peristiwa tidak bisa dilepaskan dari peristiwa lain.Â
Dari sini seharusnya menjadi instropeksi yang dilakukan dari warga maupun pihak pemerintah, di mana yang namanya ritual janganlah dirubah keasliannya hanya untuk tuntutan beberapa pihak.Â
Terlepas dari apakah benar sakit dan meninggalnya beberapa pihak yang terlibat dalam Seblang 2011 dikarenakan pengubahan adegan sabung ayam, keyakinan masyarakat Bakungan, sekali lagi, menunjukkan masih kuatnya tradisi lisan dan nalar ghaib dalam masyarakat desa.Â
Mungkin mereka tidak pernah mengalami duka mendalam akibat tragedi beruntun seperti itu, sehingga asumsi publik segera dilarikan kepada bentuk hukuman oleh kekuatan ghaib kepada mereka yang terlibat. Yang pasti, tradisi memang memiliki nalar dan mekanismenya sendiri dan seringkali nalar modern Barat tidak mampu menjangkaunya.Â
Jadi, wajar kalau kalau kaum muda berpendidikan tinggi pun meyakini kalau sakit dan kematian yang berlangsung secara beruntun berasal dari intervensi rezim negara yang mengubah salah satu adegan dalam ritual yang diyakini kesakralannya itu.
Apa yang perlu dikritisi dari pelaksanaan ritual di Banyuwangi adalah bahwa memang benar masyarakat masih meyakini kebenaran tradisi, tetapi hal itu hanya bersifat temporer, pada waktu-waktu tertentu. Sementara, dalam kehidupan sehari-hari mereka sudah terbiasa dengan ilmu dan teknologi modern.Â