Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Transformasi Ludruk: Keterlibatan Politik, Hegemoni Negara, dan Strategi Survival

9 Februari 2023   00:02 Diperbarui: 19 Februari 2023   09:22 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tari remo Karya Budaya dalam model tobongan

Presiden Sukarno bahagia menonton ludruk Marhaen di Istana Negara. Sumber: Historia/Perpusnas
Presiden Sukarno bahagia menonton ludruk Marhaen di Istana Negara. Sumber: Historia/Perpusnas

Ranah budaya merupakan salah satu kunci penting yang dapat mendukung usaha mereka dalam mencapai tujuannya. Akibatnya, masing-masing partai mendirikan lembaga budaya sebagai organisasi (semi) otonom mereka, yang dapat memainkan peran penting dalam menghibur dan meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat terhadap partai.

PKI (Partai Komunis Indonesia) adalah partai yang sangat aktif memobilisasi massa berdasarkan isu-isu krusial seperti kemiskinan dan reforma agraria. Dalam ranah budaya, PKI selalu mengartikulasikan pentingnya pembangunan budaya rakyat sebagai salah satu cara strategis untuk membangun identitas bangsa yang kuat. 

Dalam pelaksanaannya, beberapa tokoh PKI seperti Njoto dan D.N Aidit turut andil dalam pendirian Lekra sebagai lembaga kebudayaan yang menekankan pada pemberdayaan kesenian rakyat dan seniman dalam program-programnya. Lekra segera meraih popularitas di kalangan seniman rakyat di Indonesia karena janjinya untuk mengembangkan kesenian rakyat. 

Di Jawa Timur banyak seniman ludruk dari berbagai kalangan di Surabaya, Mojokerto, Malang, Jombang, dan kabupaten lain yang bergabung dengan lembaga ini. Realitas ini tak lepas dari komitmen para seniman ludruk terhadap gerakan revolusi dan persoalan keseharian rakyat kelas bawah yang dalam banyak hal sejalan dengan konstitusi dan program Lekra.

Sebagai konsekuensi dari proses pelibatan ini, banyak organisasi ludruk di Jawa Timur yang banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik-ideologis Lekra, tidak hanya dalam cara mengatur dan menggerakkan anggotanya, tetapi juga dalam narasi-narasi yang dibawakan di atas panggung. 

Mengikuti bimbingan Lekra, khususnya dalam membuat narasi dalam artian realisme sosialis, para seniman ludruk mulai melakukan observasi partisipatif terhadap permasalahan keseharian masyarakat untuk menemukan tema-tema menarik yang dapat membangkitkan simpati rakyat. Eko Edy Susanto (selanjutnya Susanto), Ketua Ludruk Karya Budaya, Mojokerto, mengatakan:

“Pementasan ludruk menjadi idola kaum proletar karena menampilkan cerita-cerita yang membawa kritik sosial terhadap kebijakan pemerintah yang “tidak pro publik”. Melalui cerita-cerita tersebut, masyarakat merasa puas karena merasa permasalahan sehari-harinya terwakili secara imajinatif.” (Wawancara, 12 November 2013)

Seniman ludruk yang berafiliasi dengan Lekra menemukan formula jitu untuk memasukkan kesengsaraan kaum proletar melalui cerita sosial. Oleh karena itu, bagi PKI, kondisi budaya seperti itu memberi keuntungan politik karena simpati masyarakat meningkat. Namun, mereka juga mengangkat beberapa isu nasional seperti pemberontakan militer daerah di Sumatera dan Sulawesi. 

Secara diskursif, komitmen terhadap persoalan kebangsaan sejalan dengan kebijakan PKI dalam mendukung program-program Sukarno, khususnya dalam melakukan aksi militer untuk menangani subversi daerah. Dengan kata lain, terkait dengan kebijakan negara, kelompok yang berafiliasi dengan Lekra memiliki posisi diskursif kontekstual berdasarkan kepentingan ideologisnya.

Selain dua tema tersebut, para seniman ludruk membuat cerita tentang urusan agama. Melalui ketiga cerita tematik yang dominan tersebut, penampilan kelompok ludruk yang berafiliasi dengan Lekra semakin populer di ranah budaya publik, meskipun dalam banyak kasus, penampilan mereka seringkali memicu tanggapan kontroversial, terutama dari faksi-faksi ideologis yang berlawanan. 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun