Perspektif Gramscian memberi saya sudut pandang yang signifikan dalam memahami hubungan antara cerita ludruk dan operasi kekuasaan tertentu di setiap periode.Â
Dengan menggunakan kedua perspektif tersebut, kami menganalisis data berdasarkan tujuan penelitian ini, yaitu menganalisis transformasi cerita ludruk pascakolonial dan kaitannya dengan kondisi sejarah dan kepentingan politik-ideologis.Â
Mengingat kondisi sejarah yang berbeda pada masa Reformasi, khususnya dalam pesatnya pertumbuhan industri budaya berbasis teknologi sebagai warna dominan lingkungan budaya yang didorong oleh ekspansi neoliberal, kami akan menganalisis ciri-ciri cerita ludruk terkini dan kelangsungan hidup kreatif. strategi yang dilakukan oleh para seniman dan kelompok ludruk.Â
Sangat mungkin bagi mereka untuk membuat cerita kontemporer berbasis masalah sosial untuk menarik pemirsa mereka. Melalui strategi ini, mereka dapat sekaligus menangani masalah ekonomi dan menegosiasikan konsepsi ideal masalah kontemporer kepada pemirsa.
Saya akan menganalisis, pertama-tama, kemunculan wacana kritik sosial dalam pertunjukan ludruk pada masa Soekarno. Pada periode ini, Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) beranggotakan banyak seniman dan organisasi ludruk di Jawa Timur sebagai wadah untuk membangkitkan kesadaran kritis masyarakat dalam ranah budaya dan menyebarkan ideologi komunis.Â
Pasca tragedi berdarah 1965, rezim militeristik mengambil alih banyak organisasi ludruk dan mengontrol pementasannya, terutama cerita-ceritanya, dengan upaya mencegah kembalinya tema-tema kerakyatan sebagai ciri khas ideologi komunis.Â
Berdasarkan konteks sejarah kedua periode tersebut, kita akan menelusuri karakteristik diskursus kritik sosial dalam pertunjukan ludruk dan hubungannya dengan operasi kekuasaan tertentu di setiap periode. Pada masa Reformasi yang lebih baru, organisasi ludruk bebas dari kontrol rezim negara, baik dalam kegiatan manajerial maupun kinerjanya.Â
Pada periode ini, menarik untuk membahas transformasi cerita ludruk dan strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh kelompok ludruk di tengah maraknya industri budaya berbasis teknologi. Seniman ludruk bisa saja menciptakan cerita-cerita baru yang menjawab persoalan sosial-budaya, ekonomi, dan politik kontemporer di masyarakat.
Ludruk, Lekra, dan Kritik Sosial di Era Sukarno
Pasca kemerdekaan tahun 1945, di tengah semangat kebangsaan untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial dan ekonomi, suasana politik Indonesia diwarnai oleh kontestasi banyak pihak dengan ideologinya masing-masing—Islam tradisionalis dan modernis, nasionalis-sekuler, sosialis, dan komunis.Â
Masing-masing pihak berusaha menggalang isu-isu kerakyatan seperti kemiskinan, pendidikan, nasionalisme, dan kemajuan hidup demi kepentingan dan tujuan politiknya, khususnya dalam merebut simpati dan suara rakyat sebagai langkah awal untuk mengambil peran dalam penyelenggaraan negara.Â