Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siasat Perempuan Diasporik dalam Novel Almost a Woman

23 Februari 2023   00:14 Diperbarui: 23 Februari 2023   00:17 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para imigran melestarikan tradisi kuliner mereka yang kaya rasa di AS. Sumber: Lawrence Thornton/Getty Image/ancestry.com

Proses tersebut penting bagi komunitas diasporik karena ketika mereka masih mempertahankan moda dari tanah air, kelompok dominan akan terus membedakan dan menganggap mereka sebagai Liyan. Tentu saja kondisi tersebut bisa mempersulit hidup mereka.

Galliano (2003) menjelaskan bahwa secara historis sekolah Amerika pernah menerapkan beberapa jenis seragam sekolah di kalangan siswa untuk menghindari mode, kecantikan dan kencan. Pada awal 1960-an, terjadi perkembangan pasar besar pakaian siap pakai. Tidak ada lagi aturan mode dan para desainer mulai menciptakan gaya baru yang menyasar perempuan muda. 

Rok mini mulai muncul sekitar pertengahan 1960-an dan menarik perhatian semua orang mulai dari perempuan remaja hingga dewasa. Rok mini menjadi standar mode baru. Fenomena ini juga mempengaruhi seragam sekolah karena panjang rok mini sendiri tidak banyak menjadi masalah di sekolah. 

Di AS, pemaksaan seragam pada siswa sekolah umum dianggap sebagai pelanggaran kebebasan berekspresi. Dengan demikian, siswa dapat mengenakan kemeja, blus, atau kaos apa saja dengan celana panjang, rok, atau celana pendek.

Kebiasaan rias dan memakai rok mini bisa dibaca sebagai pergeseran orientasi kultural akibat mimikri yang dilakukan Negi. Kita bisa melihat konstruksi wacana liberalisme yang mengutamakan kebebasan individual dalam berekspresi sebagaimana dijamin oleh konstitusi. 

Subjek diasporik berjumpa nilai dan praktik baru yang memberikan harapan akan capaian baru bagi generasi muda seusianya. Kebebasan berdandan dan rias wajah juga merupakan kesempatan untuk merasakan kebebasan berekspresi seperti yang dialami oleh kaum muda Amerika. 

Tentu saja, praktik ini bertentangan dengan nilai-nilai tradisional Puerto Rico di mana perempuan remaja dilarang memakai riasan dan pakaian mini. Sampai-sampai ketika menghabiskan berjam-jam untuk berlatih menggunakan rias, Negi harus mengelabui Mami dengan mengatakannya sebagai PR dari sekolah (Santiago, 2012: 82). 

Tindakan ini mungkin tampak bukan peristiwa penting, tetapi menunjukkan keberanian untuk berbohong demi mewujudkan keinginannya menjadi gadis remaja Amerika. 

Keinginan untuk menjadi bagian dari budaya dominan memungkinkannya untuk meminggirkan otoritas budaya Puerto Rico yang direpresentasikan oleh Mami. Namun, strategi itu harus dilakukan agar ia bisa membiasakan diri dengan nilai-nilai liberal yang akan berkontribusi pada pencapaian cita-citanya.

Tidak hanya dari segi bahasa dan fashion, mimikri juga dilakukan oleh Negi dan saudaranya dalam hal kuliner. Karena makanan dipandang sebagai salah satu ekspresi kultural masyarakat, maka ia menjadi faktor penting dalam pembentukan identitas budaya (Pessini & Canepari-Labib, 2012: 19). 

Para imigran melestarikan tradisi kuliner mereka yang kaya rasa di AS. Sumber: Lawrence Thornton/Getty Image/ancestry.com
Para imigran melestarikan tradisi kuliner mereka yang kaya rasa di AS. Sumber: Lawrence Thornton/Getty Image/ancestry.com
Mami tidak ingin sepenuhnya mengeksklusi makanan Puerto Rico dalam hidangan untuk keluarganya. Apalagi makanan Puerto Rico juga bermanfaat bagi kesehatan anak-anaknya. Makanan Amerika disajikan pada waktu-waktu tertentu sebagai jenis makanan masyarakat induk agar anak-anaknya tidak malu ketika diajak makan oleh teman-teman Amerika mereka (Santiago, 2012: 24). 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun