Salah satu modus yang dilakukan Suharto adalah membuat peraturan pemerintah yang memungkinkan uang negara masuk ke yayasan-yayasan yang ia dirikan bersama keluarga dan kroninya.Â
Menurut Erwin Natosmal Oemar, aktivis Indonesian Legal Roundtable (ILR), genelogi korupsi Soeharto diawali pada 1976 dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1976 tentang penetapan penggunaan sisa laba bersih bank-bank milik pemerintah. Setiap tahun sebesar lima persen keuntungan bank harus disumbangkan ke yayasannya (Merdeka).Â
Bahkan realisasinya 50 persen dari keuntungan sisa laba bersih bank dikirim dan disalurkan ke yayayan tertentu.[6] Beberapa yayasan yang didirikan Suharto antara lain: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.Â
Selain dana dari bank BUMN, sumber dana bagi yayasan tersebut juga di dapat dari penggunaan dana reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Modus tersebut menarik karena yayasan-yayasan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sosial untuk warga negara yang membutuhkan.Â
Para mahasiswa yang kurang mampu, misalnya, mendapatkan beasiswa Supersemar. Sementara, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila membantu pembiayaan untuk pendirian masjid di wilayah Indonesia. Kegiatan-kegiatan seperti itulah yang menjadikan nama Suharto dan kroni-kroninya selalu baik di masyarakat. Â
Anak-anak Suharto juga menikmati berbagai macam fasilitas bisnis yang menggurita; dari pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, hingga industri berat. Gurita bisnis keluarga Cendana, begitu biasa dipanggil, sudah menjadi rahasia umum, tetapi tidak banya pihak yang berani membongkarnya.Â
Para intelektual dan wartawan pun berpikir seribu kali ketika hendak meneliti dan memberitakan aspek nepotisme karena ancaman penjara bahkan nyawa menjadi taruhannya. Kemudahan fasilitas yang diberikan Suharto menjadikan anak-anaknya dengan mudah membuat bermacam usaha komersil.Â
Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut) membangun kerajaan bisnis dengan bendera PT. Citra Lamtoro Gung Persada. Di masa jayanya, perusahaan ini menyapu semua bidang bisnis, mulai konstruksi,perdagangan, pertanian, sampai kerajinan tangan.Â
Putra bungsunya, Hutomo Mandala Putra (Tommy) mendirikan PT. Humpuss yang juga bergerak di berbagai bdang usaha, seperti properti dan konstruksi, pengeboran minyak dan gas, transportasi, produksi minyak tanah dan solar, kilang minyak, dan eksplorasi minyak tanah. Sigit Harjojudanto, putra kedua Suharto, juga memiliki saham di PT. Humpuss (Tirto).
Putra ketiga Suharto, Bambang Triatmojo, mendirikan PT. Bimantara yang bergera di industri media. RCTI, televisi swasta pertama di Indonesia, merupakan bagian dari Bimantara, sebelum akhirnya diakuisisi oleh Harrry Tanoe.Â
Kehadiran RCTI ini yang membawa masyarakat Indonesia ke dalam budaya modern yang relatif terbuka karena berorientasi komersil. Siti Hediati Hariyadi memiliki PT. Abitama, sedangkan Siti Hutami Endang Adiningsih mengembangkan usaha pertanian di PT. Manggala Krida Yudha. Taman buah Mekarsari adalah salah satu usaha PT. Manggala Krida Yudha. Â