Politik pintu terbuka yang dijalankan rezim Suharto dari pusat hingga daerah merupakan upaya untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang. Untuk mengerangkai arah pembangunan, pemerintah membutat REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Adapun jiwa dari proses pembangunan adalah Trilogi Pembangunan yang terdiri atas: (1) stabilitas nasional, (2) pertumbuhan ekonomi, dan (3) pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Sangat jelas bahwa rezim negara Orba bertujuan mempercepat pertumbuhan dan kemajuan ekonomi, baik dalam lingkup kota-kota besar maupun daerah-daerah terpencil karena diidealisasi akan menurunkan angka kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat serta permasalahan sosial lainnya.
Bukan hanya aspek industri dan infrastruktur yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan ekonomi nasional, tetapi juga sektor pertanian dengan program Revolusi Hijau di mana sektor pertanian diperkuat melalui penggunaan bahan-bahan kimia dan mesin serta pembangunan sarana-sarana irigasi.
Sementara, industri budaya pop berkembang pesat. Hal itu bisa dilihat pertumbuhan industri musik dan film di tanah air yang mengalami perkembangan pesat. Bermacam genre dan musik berkembang dan menyasar warga negara dari kota hingga dusun. Untuk mendukung semua target pembangunan tersebut dibutuhkan “stabilitas nasional” berupa ketertiban, keamanan, dan integrasi sosial.
Kata pembangunan, stabilitas, keamanan dan ketertiban, pertumbuhan ekonomi, swasembada pangan, dan kesejahteraan menjadi wacana publik yang disebarluaskan melalui saluran media, baik yang dikelola badan pemerintah seperti RRI dan TVRI maupun swasta seperti koran-koran nasional.
Wacana tersebut disebarkan melalui berita yang bertujuan mengonstruksi keberhasilan rezim Suharto dalam membangun negeri. Tidak jarang TVRI menyiarkan “laporan khusus” berisi kunjungan Suharto ke daerah untuk panen padi bersama aparat dan masyarakat.
Di ruang kelas, saya dan kawan-kawan harus menghafalkan definisi “pembangunan”, “bapak pembangunan”, REPELITA, dan PELITA agar bisa mendapatkan nilai baik dalam pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).
Sementara, bapak dan ibu saya sering diundang dalam pertemuan-pertemuan di balai desa untuk membahas program pertanian dan kesejahteraan keluarga.
Mobilisasi wacana-wacana tentang segala bentuk keberhasilan pembangunan dan kewajiban warga negara untuk mendukung semua program negara dalam media dan ruang kelas terbukti mampu membentuk wacana utama tentang “pembangunanisme” (developmentalism) dalam benak pelajar dan rakyat.
Menjadi wajar ketika banyak di warga negara, dari anak-anak hingga dewasa, mengidolakan Suharto karena pikiran dan imajinasi mereka dipenuhi oleh wacana keberhasilan pembangunan.