Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca-kembali Rezim Orba: Pembangunanisme, Otoritarianisme, dan Kebudayaan

17 Januari 2023   00:35 Diperbarui: 17 Januari 2023   00:35 1541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto mengangkat seikat tanaman padi saat menghadiri panen raya di lokasi transmigrasi Tanah Miring III, Kab. Manokwari, Irian Jaya, Sabtu (7/5/1994). Sumber: Antara/Kompas.com

Dengan demikian, ketika ada pihak-pihak tertentu yang ingin “mengembalikan kejayaan Orba” ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kita bisa dengan cepat membaca formasi wacana dan praksis yang mereka mainkan, sehingga bisa melakukan antisipasi untuk melawan kebangkitan kembali formula rezim yang sama.

Pembangunan dan Pembangunanisme 

Indonesia di bawah rezim Suharto, setelah menurunkan Sukarno dengan jalan yang seolah-olah konstitusional, adalah negara yang digerakkan dengan kebijakan “pintu terbuka”. Negara membuka selebar-lebarnya kesempatan investasi, baik oleh pengusaha transnasional ataupun nasional. 

Presiden Soeharto dan Ibu Tien dalam sebuah kunjungan lapangan. (Wikimedia Commons) 
Presiden Soeharto dan Ibu Tien dalam sebuah kunjungan lapangan. (Wikimedia Commons) 

Pemerintah menggerakkan investasi demi melakukan pembangunan infrastruktur dan eksploitasi sumberdaya alam, khususnya mineral. Apakah ini berarti bahwa kebijakan terkait investasi asing di Indonesia tidak ada selama kepemimpinan Sukarno? Tidak demikian. 

Pada kepemimpinan Sukarno juga sudah ada kebijakan yang dibuat untuk mengatur investasi asing, tetapi kondisi pemerintahan yang sering berganti kabinet serta tentangan dari kalangan komunis menjadikan kebijakan itu tidak bisa berjalan (Historia).  

Pasca tragedi berdarah 1965, beberapa ekonom Universitas Indonesia seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana, Subroto, dan Muhammad Sadli diminta membantu Suharto untuk mendesain kebijakan pemulihan ekonomi. Salah satu produk yang mereka hasilkan adalah Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) No 1 Tahun 1967. 

Berbekal UU inilah, Suharto menandatangani “kontrak karya” antara pemerintah RI dan Freeport Sulphur Incorporated AS untuk mengeksploitasi emas dan tembaga di Irian Jaya (sekarang Papua). Kontrak karya itu sekaligus menjadi penanda masuknya pemodal asing dalam kehidupan ekonomi dan politik Indonesia. 

Semangat utama dari UU PMA 1967 adalah liberalisasi ekonomi yang diasumsikan bisa berdampak baik kepada proses pembangunan Indonesia. Karakteristik utama liberalisasi ekonomi adalah memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada swasta internasional dan nasional untuk berinvestasi dalam sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan. 

Meskipun demikian, negara tidak membebaskan sepenuhnya proses ekonomi tersebut. Mereka tetap mengontrol melalui peraturan-peraturan yang selalu dikatakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Inilah yang menjadikan sistem ekonomi Indonesia menjadi liberal tetapi tetap diarahkan oleh rezim.  

Presiden Soeharto berdialog dengan Pangdam II/Bukit Barisan Brigjen Leo Lopulisa saat meninjau proyek Kodam II/Bukit Barisan seluas areal 300 hektar pada 1969. (Wikimedia Commons) 
Presiden Soeharto berdialog dengan Pangdam II/Bukit Barisan Brigjen Leo Lopulisa saat meninjau proyek Kodam II/Bukit Barisan seluas areal 300 hektar pada 1969. (Wikimedia Commons) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun