Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antropolinguistik, Memahami Budaya Melalui Praktik Berbahasa

10 Januari 2023   11:42 Diperbarui: 11 Januari 2023   20:50 3230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah keluarga Samoa. Sumber: Wikipedia

Mengapa masyarakat Jawa memiliki tingkatan bahasa, seperti ngoko, krama alus, dan krama inggil? Siapa yang menggunakan dan dalam situasi apa tingkatan bahasan tersebut digunakan? Apa sebenarnya kepentingan sosial, ekonomi, dan politik dalam penggunaan tingkatan bahasa tersebut? 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu tidak akan muncul kalau kita memahami bahasa Jawa hanya sebagai alat komunikasi yang digunakan dalam masyarakat dan sekedar sebagai mata pelajaran dalam kurikulum di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan sebagian besar Jawa Timur. 

Padahal dalam penggunaan tingkatan bahasa tersebut terdapat aturan tentang siapa, dalam situasi apa, dan kegunaan bagi manusia-manusia Jawa. Lebih dari itu, ada perbedaan status sosial atau kelas sosial yang salah satunya diperkuat dengan penggunaan bahasa ngoko, krama alus, dan krama inggil tersebut. 

Dengan kata lain ada kompleksitas persoalan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang bisa diuraikan dan dikaji secara kritis dengan memahami bagaimana praktik berbahasa sebuah masyarakat. Semua itu menjadi memungkinkan kalau kita menelaahnya dengan menggunakan antropologi linguistik.

Antropologi linguistik (linguistic anthropology) atau biasa disingkat antropolinguistik merupakan sub-disiplin dalam antropologi dan linguistik. Namun, kehadirannya di ruang akademis Indonesia belum terlalu banyak diperbincangkan oleh para pakar, baik linguis maupun antropolog. 

Akibatnya, belum terlalu banyak literatur yang ditulis oleh para pakar dari Indonesia, bahkan penjelasan-penjelasan deskriptif yang bersifat mengantarkan pemahaman terhadap antropolinguistik. Dikarenakan kenyataan akademis tersebut, dalam tulisan ini saya akan menjabarkan beberapa pemahaman dasar tentang sub-disiplin ini. 

Fokus dari tulisan ini adalah definisi, cakupan, dan contoh kajian. Setidaknya, kita akan mengetahui kecenderungan interdisiplinaritas antropolinguistik, baik dalam hal teori maupun metodologisnya dalam penelitian.

Pengertian

Selama ini masih banyak kekurangpahaman terhadap antropolinguistik, khususnya, terkait definisi konseptual, subjek kajian, dan metodologi penelitian. Hal itu bisa dipahami karena ada beberapa sub-bidang linguistik yang memiliki kemiripan ataupun kedekatan dengan antropolinguistik, seperti sosiolinguistik, linguistik antropologi, etnografi komunikasi, etnolinguistik, dan lain-lain. 

Apalagi, seringkali, banyak kajian antropolinguistik yang berbagi kerangka teoretis dan metode maupun topik yang juga digunakan oleh sub-bidang yang lain. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami dan mengoperasionalisasikannya, perlu kiranya kita memahami definisi konseptual dari antropolinguistik.

Grebeg Maulud di Keraton Yogyakarta. (KOMPAS.COM/Shutterstocks)
Grebeg Maulud di Keraton Yogyakarta. (KOMPAS.COM/Shutterstocks)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun