Semua orang seolah tidak percaya bahwa budaya pop Korea mampu merambah dan menjadi idola di planet bumi. Bagaimana bisa negara tersebut menjadi kekuatan kultural yang diperhitungkan di ranah regional dan internasional?Â
Jawabannya sederhana. Karena mereka mampu mendesain kebijakan budaya yang sesuai dengan perkembangan kultural serta mampu memberikan jaminan kepada para pelaku kultural.
Menurut Kwon & Kim (2014) sejak era 1990-an pemerintah Korea Selatan melakukan pergeseran paradigma dari kontrol ketat negara menuju industri budaya berorientasi pasar.Â
Pada akhir 1990-an, selepas krisis ekonomi, pemerintah Korea Selatan meluncurkan kebijakan Korean Wave di mana mereka mendorong tumbuh-kembangnya industri budaya seperti film, televisi, game, dan lain-lain yang selain berorientasi ekonomi juga berorientasi penguatan identitas Korea di tengah-tengah lalu-lintas budaya global yang semakin modern.Â
Dengan keberhasilan menata dan memformulasi kebijakan budaya yang memungkinkan para pelaku/kreator dan komunitas mereka memproduksi beragam karya, Korean Wave, baik dalam hal musik, film, maupun drama televisi, mampu menjangkau pasar Asia dan global dewasa ini (Park & Shin, 2004; Cho, 2011).Â
Salah satu karakteristik industri budaya Korea, baik dalam hal musik, film, maupun televisi adalah hibriditas kultural yang memadukan aspek-aspek budaya Barat dan Asia dalam balutan teknologi digital terkini sehingga bisa diterima di tingkat Asia maupun global (Shin, 2009; Lee, 2009; Shim, 2006). Â
Berkaca pada kajian-kajian di atas, kita bisa melihat bahwa sebagian besar kebijakan budaya di negara-negara maju memang lebih diorientasikan kepada industri budaya/industri kreatif yang beorientasi pada penguatan kreativitas untuk tujuan ekonomi.Â
Urgensi dan Tantangan bagi Indonesia
Dalam kasus Indonesia, kita tentu tidak bisa serta-merta memformulasi kebijakan yang semata-mata berorientasi pada akumulasi modal, karena masih banyak daerah yang memiliki potensi budaya lokal berorientasi komunal, seperti seni pertunjukan, kerajinan, ritual, dan lain-lain, yang tidak semua bisa dibawa masuk ke dalam model industri kreatif berorientasi modal.Â
Itulah mengapa perlu dilakukan kajian mendalam yang memperhatikan secara komprehensif bermacam potensi kultural dan permasalahan yang dihadapi oleh aparat pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan para pelaku di level komunitas.Â
Dalam hal kebijakan budaya, sejak Orde Baru sampai sekarang, bisa dikatakan bahwa negara belum memiliki kejelasan blue print arah yang dikehendaki untuk bisa memperkuat dan memberdayakan potensi budaya bangsa dan budaya daerah.Â