Memang, kita bisa membaca adanya esensialisme superioritas lelaki dalam kondisi apapun. Akan tetapi, kita juga tidak boleh melupakan bahwa esensialisme strategis ini dibuat untuk mengabarkan secara luas bahwa masih ada para lelaki biasa yang memperjuangkan kehidupan keluarganya di tengah-tengah tragedi kemanusiaan.Â
Lelaki bukan lagi mewakili subjektivitas personalnya, tetapi subjektivitas komunal yang harus ditetap dihidupkan, meskipun bertaruh nyawa.Â
Suara rintihan perempuan tua yang meminta tolong karena kehausan dan kelaparan menantang semua nalar dan isi batin si suami. Antara mengikuti keinginanya untuk segera memberikan air kepada istri dan anaknya atau memberikannya kepada si perempuan. Pada akhirnya, si suami memilih untuk mencari di perempuan dan ketika menemukannya ia segera memberikan sedikit air itu.Â
Spiritualitas yang sungguh agung ditunjukkan melalui adegan tersebut. Pilihan eksistensial yang dipilih memang mengalahkan pertimbangan rasional terkait keluarganya yang juga membutuhkan air. Kualitas kemanusiaan menjadi kata kunci spiritualitas yang dilandasi perhatian kepada sesama manusia.Â
Keyakinan bahwa semua kebaikan untuk sesama manusia merupakan perintah mulia Tuhan yang harus dijalankan apapun kondisinya memang bisa menguji tingkat keimanan seseorang. Kemauan dan keberhasilan untuk menjalankannya, meskipun tanpa dalil dan ekspresi religi yang luar biasa, akan selalu diberikan balasan terbaik oleh Tuhan.Â
Film ini, akhirnya, harus menghadirkan balasan tersebut dalam wujud hujan yang dinantikan banyak orang yang tengah kesulitan air. Ekspresi kegembiraan si suami, si istri, si anak perempuan, dan warga lain yang di-shooting dengan sudut pandang close up dan extreme close up merupakan penegasan betapa indahnya balasan yang diberikan Tuhan.Â
Untuk memperkuat kuasa Tuhan yang selalu memberikan kebaikan ke muka bumi ketika manusia mau menjalani spiritualitas dengan penuh keikhlasan, film ini menghadirkan visualisasi air hujan yang turun dari langit dan jatuh dari atas bagian atap rumah susun yang terbuka.Â
Air itu meluncur deras dari atas, dari Tuhan Sang Pemberi Kebaikan. Segala pilihan spiritualis yang ditempuh manusia merupakan perjuangan untuk mengabarkan dan memberikan kebahagiaan kepada manusia lain. Dengan demikian, untuk menghadirkan ajaran kemanusiaan berbasis agama, film ini tidak perlu ‘bermandikan’ ayat-ayat suci.Â
Cukup dengan pilihan dan laku spiritual kecil, maka kita akan mendapatkan balasan yang cukup indah; ia akan kembali kepada kita. Begitupula beberapa tetes air yang kembali dalam wujud limpahan air hujan yang sangat membahagiakan. Â
Catatan Penutup
Dalam situasi absurditas perang, para sineas Mary Mother, The Pianist of Yarmouk, dan It's Back Then menawarkan bukan fatalisme, tetapi kemauan dan kekuatan menemukan celah dan kesempatan untuk bersiasat dan melanjutkan kehidupan.Â