Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Mahar Perkawinan di NTT dalam Film Dokumenter "Nokas"

5 Desember 2022   14:32 Diperbarui: 6 Desember 2022   20:29 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika waduk dibangun, jelas, lahan pertanian yang digarap masyarakat, termasuk Nokas dan kakak perempuannya, akan hilang, sehingga mereka tidak bisa bercocok-tanam lagi. Hilangnya kedaulatan petani dalam memperjuangan akses ekonomi melalui pertanian menjadikn mereka tenaga kerja yang harus mempertaruhkan nasib di kota atau di provinsi-provinsi lain, terpisah dari keluarga. 

Seaandainya waduk itu sudah dibangun, maka kisah Nokas yang bekerja keras di sawah demi memberikan belis tentu tidak akan terjadi. Maka, meskipun hanya berupa adegan beberapa detik, kehadiran papan posko penolak waduk tersebut menjadi penegas kekuatan rakyat untuk memperjuangkan kedaulatan mereka di tengah-tengah gencarnya pembangunan yang tidak menguntungkan mereka. 

Bagi saya, celetukan-celetukan itu beserta perjuangan Nokas untuk bisa memenuhi belis menjadi kekuatan naratif dan diskursif yang bisa menginspirasi sineas-sineas muda di Indonesia. Bahwa membuat film dokumenter ataupun fiksi bisa digarap dengan bermacam pendekatan dan memunculkan beragam tema dalam kehidupan masyarakat. 

Kemauan dan kemampuan sutradara untuk turba, turun ke bawah, sebagai bentuk observasi terlibat dengan subjek masyarakat sudah sepatutnya menjadi rujukan yang bagus bagi para sineas muda yang seringkali bingung dengan tema cerita. 

Terlepas dari ‘kurang jelasnya’ kritik terhadap belis yang ditawarkan, paling tidak, film ini berani mengusung cerita dokumenter tentang adat yang terus diperjuangkan oleh masyarakat di NTT dengan sudut pandang warga, meskipun dalam cara baca terkini ada yang menganggapnya mencekik dan membebani lelaki serta merugikan kaum perempuan karena menjadi alat legitimasi kekerasan. 

Pada titik inilah kita bisa melihat bagaimana kejelian sutradara dalam menawarkan cara pandang pelaku terhadap masalah tradisi yang mulai dianggap membebani tanpa harus terjebak ke dalam stereotipisasi yang dengan membabi-buta dan semata-mata menyalahkan karena sebenarnya ada kompleksitas yang bisa dihadirkan di balik tradisi itu.  

Kemampuan kreatif dan kritis sutradara dalam menghadirkan permasalahan adat itulah yang menjadi salah satu faktor mengapa film ini diputar dalam festival film internasional dan nasional seperti Eurasia International Film Festival (2016, Kazakshtan), Singapore International Film Festival (2016), Freedom Film Festival (Malaysia, 2017), International Documentary Film Festival (Yamagata, Jepang, 2017), dan Balinale Internatioan Film Festival (Bali, 2017), dan beberapa festival lainnya.

Daftar Bacaan

Gero, Helga Maria Evarista . 2015. “Diskursus Tradisi Belis Orang Manggarai di Nusa Tenggara Timur”. Tesis S-2. Denpasar: Program Studi Kajian Budaya Universitas Udayana.  

Haryatmoko. 2016. “Teori Strukturasi: Habitus dan Kapital dalam Strategi Kekuasaan”. Dalam Membongkar Rezim Kepastian: Pemikiran Kritis Post-strukturalis. Yogyakarta: Kanisius.

Nafi, Tien Handayani, L. I. Nurtjahyo, I. Kasuma, T. Parikesit, & G.P. Putra. 2016. “Peran Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus-kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Kupang, Atampua, dan Waingapu”. Dalam Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol. 46, No. 2. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun