Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Opera Watu Jubang, Krisis Ekologis dalam Tatapan Kreatif Remaja

9 November 2022   04:53 Diperbarui: 10 November 2022   16:26 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan pembukaan, can-macanan kadduk dalam Opera Watu Jubang. Dokumentasi penulis

Para remaja yang dalam tradisi sosiologis sering dikhawatirkan sebagai generasi yang rentan masalah sosial nyatanya mampu menyampaikan sebuah pesan peradaban, sesederhana apapun. Mereka juga menginternalisasi kecintaan terhadap lingkungan. 

Kaum remaja yang sehari-hari berhadapan dengan bukit yang mulai gundul menawarkan sebuah gagasan terkait kesadaran ekologis yang menjadi tanggung jawab umat manusia di manapun berada. Planet ini tentu membutuhkan semakin banyak peristiwa kultural seperti OWJ dalam BBGM 2018 ini sebagai kerja nyata untuk terus menyebarluaskan kesadaran ekologis. 

Tentu saja, individu atau komunitas lain yang melakukan kegiatan advokasi terhadap para warga pinggir hutan, penolak tambang, atau penentang proyek infrastruktur yang rakus, harus mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya sebagai bagian dari formasi diskursif untuk membangun gerakan ekologis.

OWJ dan gelaran-gelaran sejenis, paling tidak, akan menjadi instrumen kultural yang selalu menyatu dalam gerakan ekologis. Karena lahirnya budaya dan bertahannya eksistensi manusia tidak bisa dilepaskan dari alam yang telah memberikan banyak hal tanpa meminta apapun. Semoga ke depan masih ada para talenta muda yang melanjutkan pertunjukan ini.

Warga antusias menonton Opera Watu Jubang. Dokumentasi penulis
Warga antusias menonton Opera Watu Jubang. Dokumentasi penulis
Kalau untuk keikhlasan yang sudah diberikan alam manusia tidak mau memberikan imbal-balik yang sangat sederhana, maka kita tinggal menunggu waktu kepunahan spesies keturunan Adam-Hawa ini. Bukankah dengan kesediaan merawat alam, manusia juga akan mendapatkan banyak manfaat. 

Bambu, misalnya, bisa memberikan banyak manfaat untuk kehidupan seperti menjaga sumber air menjadi bahan pembuatan rumah dan wadah-wadah makanan. 

Dalam lingkup kecil, OWJ memang berusaha mengajak-kembali warga thethelan (warga tepi hutan) untuk menanam tanaman keras yang diharapkan bisa memberikan kemanfaatan ekologis, tanpa melarang mereka untuk menanam tanaman komersil sebagai penyambung hidup. 

Namun, dalam lingkup luas, tampilan OWJ sebenarnya ditujukan kepada umat manusia di seluruh Indonesia dan planet bumi dengan seruan bahwa gerakan ekologis yang memberikan manfaat kepala alam dan manusia merupakan tanggung jawab bersama. Tidak boleh hanya dibebankan kepada warga thethelan.  

Sayangnya, pada tahun 2019 even BBGM tidak diselenggarakan karena bertepatan dengan Pemilu. Begitupula pada tahun 2020 hingga 2022 tidak diselenggarakan karena masih terkendala pandemi Covid-19. Semoga tahun depan, pihak-pihak terkait bisa kembali menyelenggarakan even ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun