Perusakan dan kerusakan hutan terbukti telah menimbulkan bencana yang juga berakibat fatal bagi manusia. Tentu saja yang dirugikan adalah manusia, flora, dan fauna. Kalau sudah seperti itu, para 'penguasa' hutan yang di-metafor-kan dengan sosok Dewi Penjaga harus turun tangan untuk mengatasi bermacam bencana yang diakibatkan manusia-manusia rakus.Â
Ia memerintahkan para bidadari yang mengenakan kebaya dan membawa wadah yang terbuat dari bambu untuk menebar-kembali benih tumbuhan. Sementara, para 'monster' pohon diutus untuk mengatasi para perusak hutan. Dewi, bidadari, dan monster merupakan metafor dari kekuatan-kekuatan positif yang berasal dari alam, khususnya kekuatan untuk mengembalikan keseimbangan semesta.Â
Namun, manusia sebenarnya juga memiliki kekuatan ini, asalkan mereka mau menyadari melalui refleksi dan kontemplasi tentang "dosa-dosa ekologis" yang telah mereka lakukan. Selanjutnya, mereka harus melakukan tindakan-tindakan konkrit yang berpihak kepada penyelamatan alam.Â
Sayangnya, kesadaran tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Tidak mengherankan, untuk memudahkan penyampaian pesan, dihadirkanlah dewi, bidadari, dan monster sebagai kekuatan penyelamat yang diharapkan bisa juga mengalirkan energi positif kepada warga yang hadir.
Adegan para bidadari yang mengajak semua warga menanam benih merupakan ending OWJ yang sekaligus menjadi pesan  bahwa hanya dengan aktivitas merawat dan melestarikannya hutan sebagai ruang hidup banyak makhluk hidup bisa diselamatkan. Kelestarian hutan tentu akan berdampak positif bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Sebagai gerakan populer, rezim pemerintah sudah mencanangkan beragam program untuk penanaman pohon. Namun, sayangnya, seringkali kegiatan tersebut hanya menjadi formalitas yang menghabiskan milyaran bahkan triliyunan anggaran tanpa hasil yang jelas pada masa-masa selanjutnya.Â
Paling tidak, para remaja Mumbulsari mengirimkan pesan kepada warga bumi bahwa "menanam" adalah tindakan manusia untuk memperoleh kesejahteraan yang sebenarnya. Pulihnya kondisi hutan akan memungkinkan tumbuh dan berkembangnya beragam flora dan fauna yang bisa dimanfaatkan secara bijak untuk kepentingan manusia.Â
Termasuk, kembalinya sumber air yang mulai menghilang sejalan dengan hilangnya pohon besar dan bambu. Tugas manusia selanjutnya adalah menjaga dan merawatnya. Untuk saat ini, itulah salah satu tugas peradaban manusia di tengah-tengah ancaman krisis ekologis yang semakin nyata.Â
Sekali lagi, gerakan teatrikal, tari, pembacaan narasi, dan ilustrasi musik yang mereka sajikan memang sederhana. Namun, bagi saya pribadi, kesederhanaan itu menegaskan bahwa tidak butuh retorika dan garapan estetik yang njlimet untuk melakukan tindakan kultural yang mendukung gerakan ekologis.