Mumbulsari, Kabupaten Jember bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jember (DeKaJe) dan Perhutani menggelar Bhakti Bhumi Gunung Mayang (BBGM). Acara ini merupakan usaha kreatif untuk mengajak masyarakat untuk terus merawat lingkungan hutan di tengah-tengah krisis ekologis global.Â
Pada 22 April 2018, Pemerintah Desa Suco, KecamatanSelain arak-arakan gunungan, BBGM juga mempersembahkan pelepasan burung merpati, atraksi pencak silat, musik hadrah, dan pertunjukan Opera Watu Jubang (OWJ). Tulisan ini merupakan apresiasi terhadap OWJ yang diselenggarakan oleh para siswa SMP bersama para seniman rakyat dengan tujuan menyerukan kepada masyarakat untuk terus merawat kawasan hutan.Â
Adegan pembuka OWJ adalah atraksi dua can-macanan kadduk (pelaku seni yang mengenakan topeng dengan tubuh mengenakan pakaian terbuat dari tali rapiah dan karung yang melambangkan harimau) merupakan representasi binatang liar yang semestinya bisa hidup di kawasan hutan, tetapi karena ekspansi rakus manusia dengan bermacam kepentingan menggusur ruang hidup mereka.Â
Banyak kasus di Sumatra, misalnya, menunjukkan betapa ada krisis ruang hidup binatang liar seperti harimau semakin terancam akibat ekspansi perusahaan perkebunan. Akibatnya, harimau sering masuk ke wilayah perkebunan dan pemukiman warga. Dan, tragisnya, binatang itu seringkali diwacanakan mengganggu dan mengancam manusia.Â
Padahal, para pemodal perkebunanlah yang menggusur mereka, sehingga perlahan-lahan habitat dan jumlah mereka semakin terbatas. Sama seperti harimau Jawa yang sudah dianggap punah di wilayah Jember Selatan. Kehadiran can-macanan kadduk, paling tidak, bisa memberikan gambaran bahwa apa-apa yang dilakukan manusia menguasai hutan adalah tindakan ekspansionis yang bisa menimbulkan kepunahan makhluk-makhluk lain yang semestinya punya hak untuk hidup.Â
Para seniman can-macanan kadduk juga melakukan adegan 'memakan' manusia karena tindakan rakusnya. Adegan ini sekaligus memberikan sinyal, bahwa keliaran alam bisa memberikan ancaman tersendiri bagi kehidupan manusia. Namun, itu semua berpulang pada perilaku manusia terhadap alam.Â
Pada masa lalu, ketika hubungan manusia dan lingkungan alam asih harmonis, tidak masalah manusia bermain di pinggir hutan maupun tengah hutan. Wacana itulah yang ingin disampaikan ketika lebih dari 20 remaja putri memasuki arena pertunjukan. Mereka membawa tongkat bambu.Â
Tampak rasa riang dan gembira menghinggapi wajah mereka. Hari yang cerah untuk bermain bersama-sama. Tidak lupa mereka menembangkan lagu-lagu dolanan berbahasa Madura. Jelas sekali, keriangan bermain di tepian hutan tergambar dari permainan yang mereka lakoni.
Itulah kegembiraan di awal pertunjukan publik Opera Watu Jubang (OWJ) yang dipentaskan pada Bhakti Bumi Gunung Mayang (BBGM) 2018. Watu Jubang merupakan nama sebuah lembah yang berada di bawah Gunung Mayang. Selain OWJ, BBGM juga diisi dengan pertunjukan hadrah, pelepasan merpati, dan pencak silat.
OWJ merupakan pertunjukan multibentuk yang dipersembahkan oleh para siswa SMP N 1 Mumbulsari dengan sutradara seorang guru bahasa Inggris bernama, Jeni Indri, dan ilustrasi musik Guiral, seorang musisi muda Jember.Â
Meskipun digarap secara sederhana, baik dalam hal teatrikalisasi dan koreografinya, OWJ merupakan usaha kreatif yang dilakoni para siswa, sutradara, dan anggota tim lainnya sebagai bentuk respons terhadap permasalahan lingkungan yang tengah dihadapi warga Mumbulsari, pada khususnya, dan warga dunia pada umumnya.Â