Dalam pandangan Foucault (2002: 177), paling tidak, terdapat dua pengertian terkait wacana. Pertama, Â wacana merupakan sekelompok pernyataan yang membicarakan sebuah objek bermakna, semisal wacana klinis, wacana ekonomi, wacana tentang sejarah alamiah, dan wacana psikiatris.Â
Kedua, wacana sebagai sekelompok pernyataan terbatas yang berkaitan dengan formasi diskursif yang sama. Pengertian tersebut mengimplikasikan adanya keberagaman (persamaan dan perbedaan) dalam hal wacana tetapi masih terhubung dalam kesamaan objek/topik (Foucault, 2002: 52-58; Hall, 1997a: 44).
Proses pembentukan wacana mensyaratkan beberapa elemen yang saling terkait satu sama lain. Pertama, person yang berhak dan mampu membicarakan persoalan partikular (dalam artian menamai, mengklasifikasi, menganalisis, dan memecahkan permasalahan yang muncul) dan institusi sebagai medan penyemai wacana (Foucault, 2002: 72-83).Â
Kedua, praktik diskursif, yakni seperangkat prosedur atau sistem dalam proses produksi wacana yang menentukan batasan ataupun aturan yang menjadikan wacana-wacana sebagai kerangka pikir bagi subjek individu maupun masyarakat sehingga siapa yang tidak mengikuti mereka akan diposisikan sebagai liyan (Foucault, 1981).Â
Praktik diskursif yang digerakkan person-person tertentu (akademisi, sastrawan, seniman, sineas, dan lain-lain) akan terkait dengan praktik diskursif lain dalam sebuah formasi yang menghasilkan pengetahuan serta membentuk subjek-subjek diskursif di dalam wacana (Foucault, 1980: 194-196).
Kapasitas wacana dan pengetahuan untuk membentuk subjek melalui beragam batasan dan argumen-argumen yang bisa terterima oleh nalar itulah yang melahirkan dan mendukung kuasa. Namun, hal itu tidak berarti bahwa kuasa tidak ikut menentukan pengetahuan.Â
Kuasa juga mempunyai peran yang sangat kuat untuk menentukan dalam kondisi apa sebuah pengetahuan bisa diaplikasikan atau tidak; kuasa dan pengetahuan saling berhubungan serta tidak dapat dipisahkan, kuasa/pengetahuan (Hall, 1997a: 49; McHoul & Grace, 1993: 59).Â
Bisa dikatakan, relasi kuasa dalam kaitannya dengan pengetahuan berlangsung dalam pola menyebar karena memiliki beragam mekanisme yang mampu menjadikannya sebagai sesuatu yang normal dalam periode dan masyarakat partikular (Foucault, 1998: 94-95).
Dengan mekanisme yang demikian, kuasa tidak lagi dipahami sebagai paksaan karena subjek masyarakat mendapatkan wacana dan pengetahuan yang bersifat menjelaskan terkait permasalahan tertentu dengan pertimbangan-pertimbangan ilmiah, sehingga mereka akan memposisikannya sebagai kebenaran dan kebutuhan.Â
Dengan kata lain, kuasa dibangun melalui mekanisme pendisiplinan dengan rujukan wacana dan pengetahuan yang sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang ada dalam masyarakat pada periode historis partikular (Wickman, 2008; Widder 2004: 412).Â
Individu dalam masyarakat diposisikan sebagai subjek manusia yang berada dalam relasi kuasa melalui wacana dan pengetahuan yang menyebar di semua titik seperti keluarga dan institusi lainnya dengan mengedepankan rasionalitas (Focault, 1989).Â