Kawasan Kamaran, perumahan untuk buruh pribumi, sampai sekarang masih dihuni, terletak di sisi barat pabrik. Di bagian depan dari kamaran terdapat sebuah bioskop untuk para buruh. Sayangnya, gedung bioskop yang dulu menjadi tempat bagi buruh pribumi mendapatkan hiburan, sudah semakin tidak terurus.Â
Bagian atasnya sudah hilang dengan kondisi gedung memprihatinnkan. Ini tentu menjadi kerugian yang luar biasa. Bagaimanapun juga, gedung bioskop Gunungsari/Kirana merupakan saksi sejarah perkembangan masyarakat Kencong dan sekitarnya menuju modernitas yang dijanjikan oleh HVA.Â
Para buruh, setelah mendapatkan bayaran bisa menikmati film atau pertunjukan kesenian yang digelar. Dalam momen itulah mereka bisa terhubung dengan pesona modernitas yang juga dirasakan masyarakat kota di Hindia Belanda dan masyarakat di negara-negara lain.Â
Sementara, rumah administratur di selatan jalan raya mulai runtuh. Saat ini halaman luas di depannya digunakan untuk parkir truk-truk besar dari luar kota yang para sopir dan kernetnya butuh istirahat. Bangunan bersejarah tempat tinggal Toean Besar Belanda bersama keluarganya pun perlahan akan lenyap dari pandangan masyarakat.Â
Kehadiran para pengusaha Belanda di Kencong dan sekitarnya merupakan wujud perjuangan liberalisme di tanah jajahan di mana para pemodal swasta, seperti yang bergabung dalam HVA, menuntut kesempatan untuk berinvenstasi dalam perkebunan, pertanian, dan industri yang menghasilkan produk yang laku di pasar internasional.Â
Ketika menyusuri satu per satu reruntuhan gudang dan gudang yang masih lumayan bentuknya, imajinasi saya meluncur deras kepada kebahagiaan para pengusaha Eropa ketika mengoperasikan PG Gunungsari untuk pertama kali. Pasti mereka membuat kalkulasi keuntungan untuk membayar pinjaman di bank dan membayar staf dan buruh pribumi.Â
Saya membayangkan bagaimana para buruh pribumi berjibaku dengan tebu yang disiapkan untuk masuk ke mesin penggilingan demi upah untuk survival. Mereka yang berasal dari luar Jember harus meninggalkan orang tua atau keluarga mereka dan hidup di wilayah Kencong. Tentu semua itu membutuhkan perjuangan yang tidak mudah.Â