MENUJU PEDALAMAN TIMUR JAWA
Adalah ambisi besar untuk meniru keberhasilan pabrik gula di Kuba yang mendorong Handels Vereeniging Amsterdam (HVA) membangun kompleks pabrik gula modern di pedalaman Jatiroro, Lumajang, Jawa Timur, pada awal abad ke-20.Â
Menurut catatan Knight (2013), keberhasilan pabrik gula di Kuba dalam membuka kawasan pertanian untuk industri yang jauh dari pemukiman penduduk menarik perhatian HVA untuk melakukan hal yang sama di ujung timur Jawa.Â
Tentu bukan pekerjaan mudah untuk membangun kompleks industri gula jauh dari kota Surabaya. Namun, kalkulasi keuntungan yang akan diperoleh dari membuka pabrik gula di wilayah pedalaman mendorong para eksekutif HVA mewujudkan keinginan berani tersebut.
Menjauh dari pemukiman penduduk berarti membangun pemukiman baru yang tidak harus beradaptasi atau memerhatikan kepentingan warga yang sudah bermukim lama. Selain itu model tersebut bisa disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan gula, baik dalam hal tata kelola industrial, manajemen staf dan buruh, maupun model pertaniannya agar bisa mendapatkan hasil maksimal.
Dengan dukungan dana besar perbankan, HVA mampu menghadirkan peralatan modern untuk memenuhi kebutuhan produksi gula dalam skala massif guna memenuhi kebutuhna pasar internasional. Selain itu, Pabrik Gula (PG) Jatiroto juga dilengkapi sarana kesehatan dan hiburan untuk para administratur, pegawai, dan pekerja pribumi.Â
Kencong, PG Semboro, dan PG Bedadoeng di Balung. PG Semboro dan PG Gunungsari dibangun pada tahun 1925 dan mulai beroperasi pada tahun 1928. Keduanya sangat mirip sehingga sering disebut "pabrik kembar."
Salah satu upaya untuk memperbesar kapasitas produksi adalah membangun tiga pabrik gula penunjang yang berada di timur dan selatan PG Jatiroto, yakni PG Gunungsari di