Pembacaan puisi dipersembahkan oleh salah satu penyair perempuan Jember, Sikma Tri Pangestu. Dengan suara lantangnya, Sikma mempersembahkan puisi terkait budaya lokal dan bagaimana masyarakat mesti menyikapinya. Walaupun kehidupan mereka sudah masuk ke dalam modernitas, tetapi budaya lokal seyogyanya masih bisa menjadi penanda eksistensi.Â
Malam purnama pun semakin meriah dengan pertunjukan lengger, kesenian musikal dan tari yang cukup terkenal di Jember pada era 1980 hingga 1990-an akhir. Para pelaku lengger biasanya menggelar pertunjukan di salah satu sudut Pasar Tanjung dan di depan Stasiun KA Jember. Dengan iringan alat musik gamelan sederhana, para penari perempuan menghibur penonton dengan menari diiringi lagu-lagu Madura dan Banyuwangi.Â
Ketenaran lengger tersebut mulai tergusur pada awal 2000-an seiring dengan semakin banyaknya pilihan hiburan. Selera kultural masyarakat mulai bergeser mengarah ke selera budaya global. Lengger mulai kehilangan penggemarnya. Dampaknya, pertunjukan lengger berhenti di kawasan kota.Â
Sayangnya, dinas terkait di Pemkab Jember sampai sekarang tidak melakukan usaha untuk melakukan konservasi kesenian ini. Padahal kesenian ini merupakan salah satu penanda budaya Jemberan yang memiliki potensi untuk dikembangkan melalui pertunjukan dalam banyak even.Â
Maka, digelarnya pertunjukan lengger dalam Purnama di Jambuan merupakan salah satu rintisan untuk kembali menghidupkan kesenian yang sangat digemari oleh warga Jambuan ini. Setidaknya, warga masyarakat, khususnya generasi muda jadi tahu bagaimana wujud dan penampilan kesenian lengger, sehingga mereka bisa tertarik.Â
Karena sudah begitu lama tidak ada pertunjukan lengger, para warga pun cukup antusias. Banyak di antara mereka yang ikut menari dan "nyawer", baik untuk penari maupun penabuh gamelan.  Tentu saja, sebagai tradisi "nyawer" menjadikan pertunjukan lengger menjadi semakin meriah.Â
KESADARAN EKOKULTURAL DALAM KEGEMBIRAAN
Cahaya purnama yang menerobos melalui daun-daun bambu menjadikan gelar seni menjadi lebih hangat dan syahdu. Suasana purnama di masa lalu ketika anak-anak dan warga bergembira kembali hadir di Jambuan. Wajar kiranya kalau banyak warga yang menginginkan Purnama di Jambuan digelar secara rutin, apakah satu bulan atau dua bulan sekali.Â