Ritual Petik Laut Wajah Baru
Lazimnya ritual Petik Laut di banyak tempat, setelah upacara pembukaan dan pembacaan doa, warga masyarakat nelayan akan membawa aneka sesajen dan kepala sapi/kambing untuk di-larung ke tengah laut. Namun, Petik Laut Tanjung Papuma 2022 menghadirkan komposisi ritual yang belum pernah dilakukan di Jember.Â
Kebaruan itu dihadirkan dalam bentuk prosesi ritual yang menggunakan adat Jawa Ngayogyakarta dengan pernik-pernik sesajen dan gunungan hasil bumi.Â
Mengapa demikian? Kades Lojejer, Mohammad Sholeh, memiliki pertimbangan khusus, yakni untuk memberikan makna yang lebih sakral karena Petik Laut memang ditujukan sebagai doa dan harapan kepada Tuhan Yang Mahaesa agar warga nelayan dan semua warga yang bekerja di sektor kelautan mendapatkan yang terbaik dan terhindar dari musibah.Â
Untuk sampai kepada tujuan tersebut, tentu rangkaian ritual harus digarap dengan serius, tidak asal arak-arakan. Untuk itulah, Pemdes Lojejer meminta bantuan desain acara proses ritual kepada DeKaJe, Puri Asih, dan Sanggar Seni Sotalisa.Â
Tidak lupa, Kades Lojejer juga meminta masukan dari para akademisi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember terkait penguatan makna dan pengetahuan ritual Petik Laut.Â
Tata aturan ritual ala Ngayogyakarta dipilih karena para warga Puri Asih selama ini sudah terbiasa melakukan ritual yang berkaitan dengan larung sesaji dengan adat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.Â
Sebagai warga Jawa yang tinggal di wilayah multikultural bernama Jember, mereka yang bergabung di Pura Asih memang masih terus berusaha melestarikan adat-istiadat leluhur dari Yogyakarta.Â
Maka, proses ritual Petik Laut Tanjung Papuma dimulai dengan iring-iringan warga Puri Asih dari Siti Hinggil. Dengan pakaian adat Jawa Ngayogyakarta lengkap, puluhan warga berjalan menuruni tangga demi tangga secara khusuk.Â
Diarahkan oleh seorang cucuk lampah (pembuka dan pengarah jalan), mereka menuju rombongan perangka dan warga desa Lojejer bersama para mahasiswa KKN yang sudah siap dengan gunungan hasil bumi dan aneka sesajen.Â