Terlepas dari semua keberhasilan para pekebun kolonial, konsekuensi logis dari pembabatan lahan di kawasan Banyuwangi barat adalah masalah lingkungan.Â
Bukan karena faktor alam, tetapi karena faktor alih fungsi lahan hutan untuk kawasan perkebunan. Bukan hanya terkait mulai tergusurnya banyak satwa hutan seperti harimau Jawa, banteng, kijang, dan yang lain, serta mulai hilangnya tanaman endemik, tetapi juga "sinyal bumi" berupa banjir.Â
Dari foto-foto yang berhasil saya akses, di Banyuwangi barat pernah terjadi banjir bandang yang lumayan berat. Foto-foto yang dibuat pada tahun 1939 menunjukkan tingkat kerusakan yang lumayan parah.Â
Banjir bandang menerjang jembatan penghubung Banyuwangi dan Kalibaru serta kawasan lain di wilayah barat, seperti Kendeng Lembu. Jalan raya pun tergerus. Lahan perkebunan hingga pabrik pun diterjang air.Â
Dari mana air itu datang? Jelas dari air hujan yang sudah tidak mampu lagi ditahan karena banyak kawasan hutan di kawasan perbukitan yang digunduli untuk kepentingan perkebunan komersial. Â
Proses perkebunan yang sudah berlangsung lama telah merusak ekosistem hutan yang biasanya mampu menahan laju air hujan. Akibatnya, banjir bandang menjadi bencana yang harus dihadapi para pekebun Eropa dan masyarakat luas.Â
Dari pembacaan foto-foto di atas kita bisa mengetahui bahwa persoalan ekologis yang berlangsung hari ini tidak pernah berdiri sendiri. Proses panjang pembabatan hutan oleh pemodal Eropa di Hindia Belanda memang menghasilkan keuntungan melimpah buat mereka.Â
Para pemodal kebun dan pemerintah Belanda merasakan kemakmuran yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Kesejahteraan dari tanaman komersial seperti kopi, karet, kakao, dan yang lain memang meningkat drastis.Â