Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari Tape hingga Brem: Teknologi Peragian Makanan di Jawa Timur

20 Agustus 2022   21:45 Diperbarui: 23 Agustus 2022   08:47 2235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pekerja menjemur brem, penganan khas Kabupaten Madiun, Jawa Timur| Kompas/Runik Sri Astuti

Masyarakat Jawa Timur kaya akan teknologi tradisional yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Dalam perkembangannya, teknologi tradisional yang berkembang dalam masyarakat bukan hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, tetapi sudah dikembangkan untuk kepentingan industri. 

Di antara teknologi yang ada dalam masyarakat Jawa Timur adalah pembuatan makanan melalui teknik peragian. Sebagian besar teknologi peragian masih dikembangkan dengan menggunakan teknik-teknik tradisional. Namun, sebagian yang lain sudah dipadukan dengan teknologi modern, khususnya yang diorientasikan untuk kepentingan industri. 

Lalu, apa itu peragian? Peragian atau fermentasi merupakan aktivitas mikrobia pada bahan pangan sehingga menghasilkan produk makanan baru sesuai yang dikehendaki.

Makanan tradisional yang dibuat dengan proses fermentasi antara lain tape dan tempe, dua jenis makanan yang sangat populer di Jawa Timur dan Indonesia. Selain itu, masyarakat Jawa Timur memiliki kuliner khas bersama brem, khas Madiun. Tentu saja, masing-masing jenis makanan tersebut menggunakan teknik peragian yang berbeda-beda. 

PEMBUATAN TAPE SINGKONG 

Semua orang di wilayah Jawa Timur tentu mengenal makanan yang disebut tape, makanan yang terbuat dari singkong yang diolah dengan proses peragian. Meskipun terkesan sepele, teknik pembuatan tape merupakan salah satu bentuk teknologi tradisional yang menunjukkan kepandaian masyarakat untuk menciptakan teknik-teknik pengolahan makanan berbahan dasar tanaman yang tumbuh melimpah. 

Tape Bondowoso.| Dok. Instagram/resem_makanan.enak via Kompas.com
Tape Bondowoso.| Dok. Instagram/resem_makanan.enak via Kompas.com

Hebatnya lagi, tape singkong mempunyai nilai ekonomis tinggi yang bisa menjadi industri kreatif dan berkontribusi bagi pengembangan ekonomi rakyat. Hampir di seluruh kabupaten di Jawa Timur, tape dengan mudah kita dapatkan di pasar-pasar tradisional.

Membuat tape tidaklah sulit untuk dilakukan, bahkan oleh orang yang baru belajar. Bagi pemula, bisa mencobanya dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Berikut ini kami jelaskan teknik-teknik pembuatan tape singkong.

Pertama-tama, pilihlah singkong yang berkualitas bagus, dalam artian tidak terlalu tua. Singkong yang terlalu tua biasanya ditandai dengan dagingnya yang dilapisi serat-serat kayu. Secara umum terdapat dua jenis singkong yang biasa digunakan untuk membuat tape, yakni singkong putih dan kuning.

Ketika singkong sudah didapat, langkah selanjutnya adalah mengupasnya. Untuk mengupasnya alat yang dibutuhkan adalah pisau dapur. Setelah dikupas, singkong dipotong-potong sesuai ukuran yang kita kehendaki. Kemudian, potongan singkong dibersihkan selama beberapa kali dengan air bersih. Singkong yang hanya dibersihkan sekali, biasanya rasanya tidak manis ketika sudah menjadi tape.

Potongan-potongan singkong yang sudah dibersihkan dimasak di kuali atau dandang, yakni dengan cara dikukus selama beberapa waktu sampai masak.

Setelah masak, potongan-potongan singkong diletakkan di sebuah wadah yang lebar agar cepat dingin. Kemudian, kita menyiapkan ragi yang bisa dibeli ditoko atau di pasar. Ragi kita tumbuk sampai halus. Lalu, kita taburkan ke atas potongan singkong, kita ratakan dengan tangan. 

Potongan singkong yang telah diberi ragi dimasukkan ke dalam wadah. Dok. Tribunnews.com
Potongan singkong yang telah diberi ragi dimasukkan ke dalam wadah. Dok. Tribunnews.com

Potongan-potongan singkong yang telah diberi ragi, ditempatkan pada sebuah wadah dan ditutup rapat dengan daun pisang. Biarkan selama 2 sampai 3 hari. Setelah tercium aroma tape, segera buka wadah tersebut. Tape singkong pun siap dinikmati atau diolah menjadi makanan lain sesuai selera kita.

Meskipun dibuat dengan cara-cara tradisional, tape bisa menjadi peluang bisnis yang cukup menguntungkan. Di Kabupaten Bondowoso, misalnya, industri pembuatan tape menjadi ikon bagi pertumbuhan ekonomi rakyat. 

Dengan packaging yang sangat unik, yakni dimasukkan ke dalam medium besek kecil dari bambu, tape Bondowoso sangat digemari, tidak hanya masyarakat Bondowoso, tetapi juga masyarakat di kabupaten-kabupaten tetangga hingga provinsi-provinsi lain di Indonesia. Bahkan, tape dari kabupaten ini sudah menembus pasar luar negeri. Selain di Bondowoso, tape juga menjadi industri rumah tangga di Kabupaten Jember.

Untuk tape yang dipasarkan secara luas, cara pembuatannya sedikit berbeda dengan cara konvensional yang menggunakan wadah besar. Potongan-potongan singkong dan sudah diberi ragi masak langsung dimasukkan ke dalam besek-besek kecil. 

Setelah singkong dimasukkan, besek ditutup dan diberi keterangan berapa hari singkong akan menjadi tape, sehingga pembeli tidak dirugikan. Besek-besek berisi singkong yang sudah diberi ragi itulah yang kemudian di pasarkan ke kabupaten-kabupaten tetangga di Jawa Timur dan provinsi lain.

Selain paket tape biasa dalam besek, Bondowoso juga terkenal dengan penghasil tape bakar yang rasanya legit. Dari industri tape inilah, masyarakat miskin bisa diserap menjadi tenaga kerja sehingga mereka bisa mendapatkan tambahan penghasilan. 

Tenaga kerja biasanya membantu pada saat pengupasan, pemasakan, pemberian ragi, dan memasukkan singkong ke dalam besek. Atau, untuk tape bakar, mereka juga membantu membungkus tape dengan daun pisang serta memanggangnya.

Prol tape. Dok. Sajian Sedap via Kompas.com
Prol tape. Dok. Sajian Sedap via Kompas.com

Di Kabupaten Jember, tape singkong telah dikembangkan menjadi makanan olahan yang bernilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan apabila dijual besekan. Tape singkong di Jember di olah menjadi prol, brownies, dan suwar-suwir tape. 

Dari paparan tentang tape bisa dilihat betapa teknologi pembuatan makanan dengan proses peragian yang dikerjakan secara tradisional ternyata bisa menjadi peluang bagi berkembangnya industri kreatif makanan. 

Ke depannya, tentu sangat mungkin lebih dikembangkan industri kreatif dari tape dengan bermacam jenisnya, sehingga semakin menarik minat konsumen untuk membeli. 

Suwar suwir. Dok. IG Lapar Sehat via Kompas.com
Suwar suwir. Dok. IG Lapar Sehat via Kompas.com

Digemarinya produk-produk olahan tape juga bisa menyaingi produk-produk makanan cepat saji yang berasal dari Eropa maupun Amerika Serikat. Pengaruh positifnya adalah meningkatnya ekonomi berskala kecil-menengah serta semakin variatifnya potensi pangan yang berkembang di Jawa Timur.

PEMBUATAN TEMPE

Bung Karno, Presiden Pertama Republik Indonesia dan tokoh nasional kebanggaan Jawa Timur pernah berpesan agar kita "jangan jadi bangsa tempe". Mengapa beliau berkata demikian, padahal sebagian besar bangsa ini memakan tempe sebagai lauk pauk karena murah dan kandungan gisinya tinggi? 

Tempe. Dok. SHUTTERSTOCK/Kristanti via Kompas.com
Tempe. Dok. SHUTTERSTOCK/Kristanti via Kompas.com

Ada beberapa jawaban alternatif atas pertanyaan tersebut. Pertama, Bung Karno berkata demikian dalam suasana revolusi kemerdekaan yang membutuhkan kekuatan sejati dari seluruh bangsa ini sehingga bangsa ini tidak boleh berubah-ubah dalam hal pendirian dan kecintaan terhadap Republik. 

Tidak seperti tempe yang sorenya masih kedelai paginya menjadi tempe. Kedua, ucapan Bung Karno merupakan cambuk bagi bangsa ini agar selalu belajar dengan gigih agar bisa mengembangkan pengetahuan dan teknologi pangan agar tidak hanya memakan tempe.

Kenyataan membuktikan bahwa kita saat ini semakin beragam dalam hal pengetahuan dan teknologi pangan. Meskipun demikian, kita tidak begitu saja melupakan kekayaan kuliner tradisional, seperti tempe.

Itulah mengapa ketika bahan baku pembuatan tempe, yakni kedelai, semakin mahal karena harus diimpor, banyak masyarakat, termasuk di Jawa Timur, yang kebingungan karena merasa ada sesuatu yang kurang dalam makanan mereka, yakni tempe dan 'saudaranya' yang bernama tahu.

Tidak ada catatan sejarah yang pasti kapan masyarakat Jawa Timur mulai membuat dan mengkonsumsi tempe. Namun, melihat luasnya tradisi membuat dan mengkonsumsi tempe di masyarakat, bisa dipastikan bahwa tempe sudah ada sejak zaman kerajaan. 

Melihat nilai gizinya yang tinggi dan potensi ekonominya yang bagus untuk pengembangan industri kecil, sangat disayangkan apabila generasi penerus tidak tahu teknik pembuatan tempe. Berikut disajikan teknik pembuatan tempe.

Kedelai dibersihkan dan direbus dalam wadah besar, seperti kuali atau wadah yang lain. Waktu yang dibutuhkan untuk merebus sekitar 1 jam. Hal ini bertujuan agar kedelai menjadi lembek. 

Kedelai yang sudah direbus dimasukkan ke dalam alat penggilingan agar bisa terbelah menjadi dua. Kedelai yang sudah digiling dicuci dan disaring untuk menghilangkan kulit tipisnya. 

Setelah dicuci, kedelai didinginkan sejenak. Begitu sudah dingin, proses pemberian ragi tempe (bisa didapatkan di toko) dilakukan di sebuah wadah agar bisa merata. Peragian harus dilakukan secara merata untuk menghasilkan tempe berkualitas baik. 

Tahap akhir adalah pembungkusan kedelai yang sudah diberi ragi dengan daun pisang ataupun plastik, sesuai selera. Untuk pembungkusan plastik, pastikan plastik sudah diberi lubang kecil. Keesokan paginya, kedelai sudah berubah menjadi tempe. Keesokan paginya, kedelai sudah berubah menjadi tempe.

Demikianlah teknik pembuatan tempe yang sederhana. Ke depannya, para pendidik dan peserta didik bisa terus mengembangkan uji-coba untuk pembuatan tempe, agar lebih beragam dan bervariasi, termasuk juga pengembangan makanan berbahan dasar tempe agar nilai ekonomisnya bisa semakin meningkat. 

Hal itu sekaligus bermanfaat untuk terus mentradisikan tempe sebagai makanan dengan teknologi tradisional yang bisa bersaing dengan makanan-makanan impor. Dan, yang terpenting juga adalah mengusahakan hak paten bagi para pendidik ataupun peserta didik yang menemukan teknologi baru pembuatan tempe atau varian baru makanan berbahan tempe untuk menghindari klaim sepihak dari pihak luar negeri.

PEMBUATAN BREM 

Belum lengkap kiranya kalau kita berkunjung ke Madiun dan sekitarnya tanpa membawa oleh-oleh khas bernama brem. Makanan yang dibuat dari fermentasi ketan ini benar-benar menggugah selera karena menghadirkan sensari semriwing di lidah dengan rasa manis legit yang nikmat. 

Makanan yang diproduksi di Desa Kalibau, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun ini merupakan warisan nenek moyang yang berkaitan dengan teknologi peragian, samahalnya dengan tape singkong, tape ketan, maupun tempe. Meskipun demikian, teknik-teknik pembuatannya berbeda dengan dua jenis makanan yang lain.

Sebagai makanan warisan leluhur, saat ini industri brem di Kalibau masih dilanjutkan dan pemasarannya meluas hingga Jawa Tengah, Yogyakarta, dan provinsi-provinsi lain. Saat ini di Kalibau, paling tidak, terdapat 47 industri brem yang bergabung ke dalam kelompok usaha brem Jaya Makmur. 

Yang membedakan teknik pembuatan brem zaman dulu dengan brem zaman sekarang adalah penggunaan alat-alat penunjangnya. Kalau dulu, alat-alat yang digunakan berupa alat-alat tradisional. 

Sekarang, alat-alat yang digunakan sudah semi-modern yang menggunakan listrik sebagai penggeraknya. Namun, dalam proses nguleni tape ketan yang diperam 7 hari 7 malam, metode yang digunakan masih manual karena diyakini bisa menghasilkan aroma khas brem. Adapun teknik pembuatan brem adalah sebagai berikut.

Beras ketan yang sudah dicuci direndam selama 30 menit. Kemudian beras ketan dimasak setengah matang (dikaru). Setelah setengah matang, ketan karon (setengah matang) di-ler atau didinginkan di wadah yang lebar. Apabila sudah dirasa dingin, ketan karon dimasak lagi, dengan cara dikukus, selama 1 jam.

Ketan yang sudah masak didinginkan kembali dan sesudahnya diberi ragi. Perbandingannya 24 kg ketan masak membutuhkan 30 butir ragi. Perlu diingat, bahwa ragi harus dihaluskan terlebih dahulu. 

Setelah halus ragi ditebarkan di atas ketan masak secara merata. Ketan masak yang sudah diberi ragi dimasukkan ke dalam bak-bak khusus dan diperam selama 7 hari 7 malam.

Tape ketan dihaluskan dengan mixer. Saat dihaluskan itulah, para perajin biasanya menambah cita rasa dari essens sesuai selera dan pesanan, seperti rasa strawberry, melon, coklat, dan lain-lain. Kalau rasa tape alami yang diinginkan, berarti tanpa ditambahi essens. Selesai dihaluskan, tape ketan diuleni secara manual. Setelah di-uleni, ditiriskan untuk mendapatkan sari-sarinya yang berbentuk cairan, sedangkan ampasnya disisihkan.

Sari tape kemudian direbus sekitar 45 menit sampai mengental. Sari-sari tape yang sudah kental itulah yang ditaruh dalam cetakan-cetakan brem. Biasanya cetakan melebar atau memanjang dengan ketebalan 0.5 sampai 1 cm. Setelah mengeras baru kemudian dipotong-potong dengan ukuran sesuai selera ataupun pesanan. Jadilah, brem yang sangat nyes di lidah.

Teknologi pembuatan brem memang tidak bisa dikatakan tradisional lagi, karena telah menggunakan alat-alat listrik untuk mempercepat proses pembuatannya. 

Namun, paling tidak, kita masih bisa menemukan betapa teknologi peragian secara tradisional telah melahirkan jenis makanan yang populer hingga saat ini. Selain itu, industri brem juga mampu menjadi peluang usaha yang bisa menggerakkan ekonomi kerakyatan, meskipun saat ini harus menghadapi kendala karena harga bahan pokoknya, yakni ketan, semakin mahal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun