Di sebuah pagi, 30/4/22, saya bersama kerabat dan warga Dusun Kowak, Desa Bedingin, Kec. Sugio, Lamongan, mengantar Pakde Iman, ke tempat peristirahatan terakhir di kuburan desa. Pakde Iman, kakak kandung bapak saya, meninggal dunia pada sekira pukul 02.00 WIB, setelah sempat dirawat beberapa hari di RSUD Dokter Soegiri Lamongan.
Setelah proses pemakaman, saya menyempatkan menuju tempat nyadran di sisi barat kuburan. Di tempat ini, waktu kecil, saya setahun sekali diajak (alm) Mbah Lanang (kakek) ikut slametan nyadran (sedekah bumi). Mata saya langsung tertuju pada pohon kepoh, bahasa lokal untuk pohon kepuh (Sterculia foetida) yang besar dan menjulang tinggi. Sejak saya kecil, beberapa pohon kepuh memang sudah menjadi penghuni kuburan ini.
Pohon ini memang banyak tumbuh di kawasan kuburan (pemakaman) di kecamatan Sugio dan sekitarnya. Juga, di dekat sendang (telaga desa) dan di kawasan hutan pesisir. Menurut informasi dari berbagai sumber, pohon kepuh banyak tumbuh di Jawa, Bali, Madura, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku, dan beberapa wilayah lain.Â
Pohon yang masih kerabat jauh pohon kapuk randu ini oleh warga Makassar disebut bungoro dan kalumpang, warga Batak menyebutnya halumpang, hampir sama dengan masyarakat Madura yang menyebutnya kalompang. Warga Bugis menamainya alumpang, alupang, dan kalupa, sedangkan masyarakat Nusa Tenggara Timur menyebutnya dengan beberapa nama seperti kepoh, kelompang, kapaka, wuka, dan wukak. Adapun warga Maluku Utara menamainya ailupa furu dan kailupa buru. Â
Sepertihalnya dengan beringin dan pohon besar lainnya, kepoh secara mitis juga seringkali dianggap sebagai tempat makhluk ghaib. Mitos yang berkembang, pohon kepoh apalagi yang ada di kuburan dan tempat keramat menjadi tempat tinggal favorit genderuwo, kuntilanak, wewe gombel, pocong, dan yang lain.Â
Itulah yang menjadikan banyak anak-anak dan remaja yang tidak biasa bermain di bawah pohon kepoh. Mereka yang hidup dalam tradisi lisan dusun tentu akan dihinggapi rasa takut, meskipun terus-menerus penasaran terhadap kebenaran cerita mitis tersebut. Padahal, biji kepoh sangat gurih kalau di goreng sangrai, meskipun kalau terlalu banyak bisa membuat kepala "nggliyeng" (semacam mabuk).Â
Apakah benar pohon kepoh menjadi 'rumah idaman' para hantu menakutkan? Tidak ada informasi yang pasti karena keberadaan makhluk ghaib tersebut hanya diceritakan turun-temurun. Kalaupun ada, juga tidak masalah karena makhluk ghaib juga berhak untuk hidup. Toh, dengan tinggal di pohon kepoh, mereka memilih untuk berjarak dari manusia.Â
Meskipun demikian, kita bisa membaca pohon kepoh dan mitos tentang makhluk ghaib dalam perspektif kritis dan dinamis. Karena apa yang ada dalam cerita lisan tentang pohon kepoh bisa jadi membawa pesan tertentu kepada warga masyarakat, baik di masa lalu maupun masa kini.Â
Untuk bisa memahaminya, saya akan memulai dari informasi-informasi yang berhasil dihimpun terkait manfaat penting pohon kepoh bagi manusia dan lingkungan. Mengapa? Karena nenek moyang kita seringkali menarasikan kekeramatan sebuah pohon atau tempat karena ada kepentingan untuk menyelamatkannya demi manfaat yang mereka bawa.Â
MANFAAT POHON KEPOH
Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, mayoritas bagian pohon kepoh memberikan banyak manfaat untuk kesehatan, selain untuk kebutuhan kayu untuk bangunan rumah (gordin, risplang, papan cor, dan rangka plafon), bahan perahu, peti mati dan mebel rumah tangga.Â
Mari kita mulai dari daun. Daun kepoh bisa dimanfaatkan untuk meringankan demam, mencuci rambut, dan sebagai tapal untuk meringankan sakit pada kaki dan tangan yang terkilir atau patah tulang. Jadi, selain berkontribusi terhadap ketersediaan oksigen untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, daun kepoh bisa menjadi alternatif untuk pengobatan.Â
Tentu itu semua harus dikaji dan diuji secara mendalam agar kemanfaatannya bisa diterapkan dan disebarluaskan kepada masyarakat. Syukur-syukur kalau tanpa melalui mekanisme industrialisasi, warga bisa mengembangkan sendiri untuk pengobatan alternatif berdasarkan rujukan para ahli.
Rendaman abu dari hasil pembakaran kulit buahya selain bisa digunakan untuk memantapkan warna yang dihasilkan oleh kesumba juga bisa dimanfaatkan untuk meringankan penyakit kencing nanah (gonore). Bahkan, kulit kayunya yang diseduh bisa digunakan untuk ramuan penggugur kandungan (abortivum).Â
Terkait manfaat penggugur kandungan, tentu kita tidak boleh gegabah dalam menggunakan karena berkaitan dengan kehidupan calon manusia. Apalagi, tindakan aborsi tidak bisa sembarangan dilakukan karena berkaitan dengan agama, hukum, dan kehidupan itu sendiri.
Biji kepoh terkenal karena rasa gurihnya setelah dibakar atau disangrai. Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, kalau kebanyakan bisa menyebabkan efek seperti orang mabuk. Saya sendiri sewaktu kecil beberapa kali mengkonsumsi biji kepoh yang dibakar dan disangrai. Memang sangat gurih.Â
Menurut informasi beberapa warga dusun, ada beberapa warga yang berjualan makanan yang membutuhkan bumbu kacang seperti rujak, lontong, tahu thek, dan tahu lontong memanfaatkan biji kepoh untuk campuran penyedap dan penggurih. Tentu saja dengan takaran yang sewajarnya agar tidak memabukkan. Di beberapa wilayah Nusa Tenggara, biji kepoh biasa digunaan untuk campuran sambal dan penyedap rasa.Â
Menariknya, biji kepoh juga bisa menjadi sumber bahan bakar hayati (biofuel), di mana minyak yang dikempa dari biji kepoh bisa menjadi biodiesel melalui proses alkoholisis. Namun demikian, penggunaan ini masih bersifat laboratoris, artinya masih dilakukan dalam skala laboratorium sehingga belum bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komersial karena belum ekonomis.Â
Meskipun demikian, di beberapa wilayah seperti Jawa Barat, minyak lepoh sudah dimanfaatkan untuk produk industri seperti kosmetik, sabun, shampo, pelembut kain, cat, dan plastik. Tentu ini kabar yang menggembirakan, walaupun masih membutuhkan penelitian lebih mendalam.Â
Keperluan untuk memperkaya bahan bakar alternatif berbasis hayati menjadikan kepoh punya potensi untuk dikembangkan secara massif. Selain itu, mungkin karena ragam manfaat kepoh untuk manusia, di beberapa toko online dijual biji kepoh. Ini menunjukkan bahwa kepoh memiliki kemanfaatan ekonomis yang tidak bisa diremehkan.Â
Artinya, ada alasan jelas untuk mengembangkannya di masa kini sebagai tanaman alternatif yang relatif tidak membutuhkan perawatan khusus. Meskipun demikian, tantangannya adalah mengubah pandangan warga tentang keberadaan genderuwo di pohon kepoh yang bisa menjadikan mereka enggan menanam.Â
MEMAKNAI PESAN EKOKULTURAL DI BALIK MITOS POHON KEPOH
Apa yang tidak kalah penting dari keberadaan kepoh adalah fungsi pentingnya untuk tempat tinggal beberapa jenis burung, kalong, dan lebah madu. Kalong senang sekali bergelantungan di dahan kepoh. Artinya, banyak makhluk ciptaan Tuhan lainnya yang diuntungkan oleh keberadaan pohon kepoh.
Selain itu, kepoh juga bermanfaat untuk pengatur siklus hidrologi karena dengan tajuknya yang lebar dan perakarannya yang kuat mampu menahan air tanah. Tentu saja fungsi hidrologis ini cukup bermanfaat bagi warga desa yang wilayahnya terletak di kawasan kering. Akar-akar kepoh akan menjadi kekuatan untuk menahan dan menyimpan air hujan yang kemudian bisa keluar menjadi sumber air atau air bawah tanah.
Dari beragam manfaat terhadap kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya tersebut, kita bisa memaknai secara dinamis dan kritis cerita mitis tentang keberadaan makhluk ghaib di pohon kepoh. Para pendahulu bisa jadi sudah mengerti betapa pohon kepoh kaya akan manfaat bagi kehidupan dan lingkungan.Â
Maka, untuk melindunginya dari ancaman penebangan atau tindakan destruktif lainnya, cerita penunggu ghaib pohon kepoh sengaja disebarkan. Ketika cerita itu sudah menjadi tradisi lisan di masyarakat, maka diharapkan warga tidak berani atau tidak mudah untuk menebangnya. Untuk memberikan efek takut kepada masyarakat di masa lalu, tentu lebih mudah  menggunakan cerita mitis dan tradisi lisan. Di situlah proses sosialisasi dilakukan secara kultural.
Memang, masyarakat akhirnya menerima cerita hantu penunggu pohon kepoh dan bukan penjelasan tentang manfaatnya, apa yang terpenting adalah pohon kepoh tetap terlindungi dari ancaman manusia. Apalagi posisinya di kuburan, sendang, tempat keramat, atau hutan. Nenek moyang seperti sudah memprediksi bahwa suatu saat ada manusia-manusia cerdas yang bisa mengetahui manfaat penting pohon kepoh.Â
Itulah kecerdasan ekokultural para pendahulu kita. Ketika masyarakat sudah tahu manfaatnya, mereka masih punya indukan pohon kepoh untuk diambil bijinya dan dibudidayakan secara massif untuk mendapatkan manfaat ekonomis, selain ekologis. Dengan kata lain, cerita hantu penunggu pohon kepoh atau pohon besar lainnya merupakan wujud intelektualitas nenek moyang yang menekankan relasi harmonis antara manusia dan lingkungan. Bukan sesuatu yang syirik.
Mengingat ragam manfaat tersebut, saat ini dan di masa mendatang, para peneliti dan akademisi yang tahu manfaat pohon kepoh perlu untuk melakukan penelitian dan uji coba untuk mendapatkan hasil terbaik. Namun, mereka juga harus memikirkan masyarakat luas terkait temuan tersebut. Mereka perlu mengabarkan kepada masyarakat sebagai penjaga dan pelestari kepoh sekaligus menjadi bentuk tanggung jawab keilmuan yang bermanfaat ke publik.Â
Kalau hasil temuan mereka hanya dijual ke industri dan masyarakat harus membeli mahal hasil industrialisasi dan massifikasi produk berbahan kepoh, tentu itu merugikan publik. Para peneliti sah-sah saja untuk mendapatkan keuntungan dari penelitian terkait kepoh, tetapi etika dan tanggung jawab ke publik tidak kalah penting. Masyarakat tentu harus dilibatkan agar mendapatkan keuntungan juga, selain bisa memanfaatkan kepoh untuk kepentingan mereka.
RUJUKAN
"Kepuh". https://id.wikipedia.org/wiki/Kepuh
"Kepuh, Tanaman Multimanfaat yang Belum DiKembangkan." https://www.satuharapan.com/.../kepuh-tanaman...
"Meski Dikenal Mistis, Pohon Kepuh Ternyata Punya Potensi Biofuel Lho." https://wanaswara.com/meski-dikenal-mistis-pohon.../amp/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H