Berbasis pengalamannya selama berteater dan penelitian dari satu pertunjukan ke pertunjukan lainnya, May menegaskan bahwa terbuka kesempatan bagi para pelaku teater untuk terlibat dalam kerja-kerja estetik visioner terkait permasalahan lingkungan yang berlangsung secara global. Untuk menjelaskan kemungkinan tersebut, May menawarkan konsep ekodramaturgi.Â
Sebelum membahas ekodramaturgi, ada baiknya kita memahami lebih dulu apa itu dramaturgi. Eugenio Barba (dikutip Sahid, 2012: vi) memaknai dramaturgi sebagai kumpulan tindakan dalam pertunjukan yang tidak terbatas pada gerakan-gerakan aktor, tetapi juga mencakup tindakan-tindakan terkait dengan adegan, musik, cahaya, vokal aktor, efek suara, dan objek-objek yang dipergunakan dalam pertunjukan.
Untuk kepentingan elaborasi konseptualnya, May memahami dramaturgi secara lentur karena tidak hanya berkaitan dengan semua tindakan di atas panggung sebagai wujud teks pertunjukan, tetapi juga berkaitan dengan kritik/kajian mendalam terkait konstruksi makna/wacana dan kepentingan di dalamnya. Tidak lupa, juga memberikan perhatian kepada konteks/kondisi historis dan publik.Â
Ekodramaturgi merupakan praktik teater yang memusatkan pada hubungan ekologis dengan mengedepankan batas-batas yang dikonstruksi secara sosial sebagai bentuk yang cair antara alam dan budaya, manusia dan non-manusia, individu dan komunitas.
Ekodramaturgi mencakup baik karya artistik (membuat teater) dan karya kritis (sejarah, dramaturgi, dan kritik) dalam tiga upaya yang saling terkait.
Secara historis, sebagai wacana kritis, ekodramaturgi mulai muncul sejak musim panas 1994, ketika jurnal Theatre yang menempatkan ekologi sebagai poin penting dalam kajian teater. Isu itu didasari realitas banyaknya penulis drama yang mengabaikan masalah lingkungan sebagai isu politis.Â
Selain itu, banyak kritikus teater yang menolak implikasi ekologis pertunjukan teater. Berkembang diskusi tentang kemungkinan untuk memproduksi teater ekologis (ecological theatre)Â ketika para penulis, sutradara dan kritikus mengakui tema ekologis lebih dari sekedar tanggapan metaforis tentang kondisi manusia.Â
Bias teater yang berpusat pada manusia dan mengabaikan persoalan ekologis berasal dari ideologi yang memiliki kesamaan tujuan dengan perayaan kecerdasan peradaban industri Eropa-Amerika sebagai ekspresi superioritas manusia atas dan pemisahan dari alam.Â
Pemahaman tersebut tidak hanya mengidentifikasi kemungkinan penyebab keheningan teater terhadap isu-isu isu-isu ekologis, tetapi juga menyarankan kerangka kerja untuk melihat dan mengkonseptualisasikan tema dan implikasi ekologis dalam setiap pertunjukan drama. Perkembangan historis itulah yang mendorong May memformulasi konsep ekodramaturgi.