Kalau semua digiring pada otoritas ‘orang-orang pintar’, maka persoalan ghaib di dunia ini sepertinya hanya tergantung pada ucapan-ucapan suci mereka. Dengan kata lain hantu dan bangsanya hanya menjadi urusan para ahli rukyah.Â
Wacana tentang hantu sebagai pengganggu manusia telah menjadi pengetahuan dalam masyarakat yang diyakini kebenarannya. Sebagaimana kita saksikan saat ini, keahlian menumpas bangsa hantu telah melahirkan praktik-praktik konsultasi dan jasa yang dikelola secara profesional oleh mereka yang mengaku punya keahlian rukyah dengan menggunakan ayat-ayat suci.Â
Pengetahuan tersebut bahkan diperkuat dengan program-program di televisi yang semakin memperkuat citra kebenaran dari praktik rukyah sehingga kemampuan menumpas hantu bisa dianggap sebagai rezim kebenaran yang tengah beroperasi dalam masyarakat. Keberanian memunculkan 'hantu-hantu manusiawi' bisa dikatakan mengganggu kuasa hegemonik para ustadz, kyai, pendeta, ataupun para ahli rukyah yang selama ini diyakini sebagai mereka yang mempunyai kelebihan dalam menangani bangsa hantu.
Dengan demikian usaha para sineas merupakan kritik tehadap kuasa pihak-pihak yang pintar menangani hantu. Keberanian mereka untuk membuat visualitas dan cerita hantu yang melawan arus utama merupakan politik representasi yang memberikan alternatif pemahaman baru kepada para penonton.
HANTU-HANTU MODIS
Apa yang sangat khas dalam film horor era 2000-an adalah visualitas atau perwujudan visual hantu yang meskipun masih menyeramkan, dalam banyak narasi digambarkan mirip dengan manusia biasa. Tentu hal itu tidak bisa dilepaskan dari ceirta yang beredar dalam masyarakat urban, semisal tentang hantu-hantu penghuni rumah atau gedung mewah tetapi terkesan angker di wilayah metropolis.Â
Banyak tokoh hantu didekatkan dengan ‘perwujudan manusiawi’, mengenakan pakaian modis, gaya rambut yang up to date, bahkan wajah yang menarik. Hantu tidak melulu divisualkan mengenakan rok panjang dan rambut terurai acak-acakkan dengan kedua tangan menjulur ke depan. Mereka digambarkan sebagai makhluk yang juga punya kepribadian seperti manusia. Di samping itu, pakaian mereka juga tidak jauh dengan pakaian orang-orang biasa.
Visualitas hantu yang modis sekaligus seram bisa dilihat sebagai usaha negosiasi dari para seniman film terhadap cerita-cerita seram tentang hantu dan juga terhadap unsur-unsur modernitas yang diwakili dengan tampilan-tampilan modis dari para hantu tersebut. Kesan modis ini mewakili imajinasi-imajinasi tentang hantu yang dipengaruhi oleh lingkungan kultural masyarakat urban. Dengan visualitas tersebut tim kreatif juga ingin mengesankan hantu itu seperti manusia biasa, bisa modern.
Di samping visualitas modis hantu, yang menarik untuk dikaji adalah setting tempat munculnya para hantu itu. Pada era 80-an, tempat munculnya hantu adalah tempat-tempat angker, dengan pohon besar, kepulan asap, dan jalanan sunyi. Dalam film horor era 2000-an, setting ruang kemunculan hantu tidak melulu di tempat-tempat yang dikesan angker yang sepi.Â
Hantu-hantu itu muncul di tempat-tempat yang biasa digunakan untuk beraktivitas, misalnya perpustakaan, rumah sakit, taman, gudang sekolah, dan lain-lain. Suasana yang ada juga tidak selalu gelap, tetapi ada juga yang muncul di siang hari. Variasi setting pemunculan hantu-hantu di atas bisa dianggap sebagai usaha para sineas film horor untuk menciptakan keberagaman gaya.Â