Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Membaca-kembali Film Horor Indonesia Era 2000-an

19 April 2022   05:49 Diperbarui: 21 April 2022   19:34 3741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film 12 AM. Dok. Grandiz Media Production

Merujuk pada pandangan di atas, maka bisa dikatakan bahwa film horor dan juga genre-genre film lain yang bergerak dalam lingkaran industri budaya pada hakekatnya hanya menghadirkan kedangkalan pemikiran bagi penikmat. Namun, ketika kita hanya berhenti pada pandangan tersebut, maka kajian ilmiah terkait film sebagai bentuk budaya yang nyata-nyata sangat populer dewasa ini kurang berkembang. 

Memang benar, semua produk industri budaya pada dasarnya bersifat artifisial, namun kita juga tidak harus berhenti sampai di situ. Masih ada sisi-sisi lain dari film yang bisa kita kritisi. Kita bisa saja melakukan kajian struktur cerita maupun muatan-muatan ideologis yang ada di dalam sebuah film. 

Di samping itu kita juga bisa menemukan konstruksi makna dan negosiasi gagasan yang ada dalam narasi horor. Sementara, untuk tingkat konsumsi penonton kita juga bisa melakukan kajian resepsi yang bersifat etnografis. Artinya, dari film horor, misalnya, kita bisa menemukan banyak hal yang tetap kontekstual untuk dikaji. 

HOROR ERA 2000-AN AWAL: TEKNIK, VISUALITAS & LOGIKA NARATIF BARU 

Hal lain yang menarik dari perkembangan film horor adalah penggunaan teknik-teknik baru penggarapan, baik dalam sudut pengambilan gambar (shooting), pensuasanaan, setting, maupun ilustrasi musik. Dari judul-judul film yang disebutkan di atas, bisa dikatakan bahwa semuanya bergaya meniru model horor Hollywood, meskipun tidak sepenuhnya.

Teknik pengambilan gambar hantu dimunculkan sekilas-sekilas dengan unsur-unsur kejut yang berlangsung sepanjang cerita. Ditambah musik suasana bernuansa seram yang mengiringi munculnya hantu-hantu menjadikan suasana semakin seram. Masuknya gaya baru ini bisa dilihat sebagai usaha para sineas untuk lebih mendekatkan garapan mereka ke dalam selera generasi muda yang sudah biasa menikmati film-film Hollywood, tetapi tetap berbasis tema-tema lokal. 

Poster film Pocong 2. Dok. SinemArt
Poster film Pocong 2. Dok. SinemArt

Di samping itu, dalam film horor era 2000-an terdapat kecenderungan untuk menggarap tema yang tetap berkaitan dengan hantu-hantu lokal tetapi dengan alur cerita yang berbeda dengan film-film horor sebelumnya. Pada era Suzzana, film horor selalu diwarnai dengan hantu-hantu gentayangan yang balas dendam terhadap orang-orang yang melukainya ketika mereka masih hidup (masih menjadi manusia), tetapi kemudian mereka dikalahkan oleh kekuatan sakti para pemuka agama (ulama maupun pendeta). 

Para ulama atau pendeta itu dengan kekuatan relijius ayat-ayat suci dan juga benda-benda suci (seperti tasbih, sorban, maupun salib) mampu mengalahkan para hantu dan mengembalikannya ke alam mereka. Pada film horor era 2000-an awal, peran pemuka agama ditiadakan. 

Para hantu dalam horor era 2000-an awal memang hampir sama dengan hantu pada film horor sebelumnya, meskipun visualitasnya lebih menyeramkan, tetapi kehadiran mereka digambarkan ‘lebih merdeka’ di mana mereka tidak diusik oleh kekuatan sakti para pemuka agama yang mampu mengalahkan atau membinasakannya. 

Para sineas horor rupa-rupanya ingin memberikan alternatif tentang eksistensi hantu yang selama ini digambarkan selalu kalah oleh pemuka agama. Satu tawaran menarik dari alur cerita horor era 2000-an awal adalah bahwa hantu tidak selamanya harus dikalahkan oleh pemuka agama dan tidak harus menghuni rumah-rumah angker. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun