Ngabuburit merupakan tradisi di bulan Ramadhan yang banyak dinanti dan dinikmati oleh kaum muslim. Mereka bisa menyambut datangnya buka puasa sembari jalan-jalan ke tempat keramaian atau berburu aneka makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Itulah mengapa tradisi ngabuburit juga memberikan kesempatan ekonomi kepada para pedagang.
Namun, sudah seminggu lebih saya berkeliling dari desa yang satu ke desa yang lain untuk ngabuburit. Saya biasanya ditemani putra bungsu yang duduk di bangku kelas dua SD. Dengan motor, kami berangkat pukul 16.00 WIB dari rumah, Jember. Sepanjang 1,5 jam, kami menyusuri jalan kota menuju jalan-jalan desa yang sudah beraspal, meskipun tidak jarang yang makadam.
Memilih desa-desa yang belum pernah kami kunjungi adalah prioritas. Mengapa demikian? Ada beberapa alasan. Pertama, pengalaman menyusuri jalan baru di wilayah perdesaan menghadirkan sensasi tersendiri.Â
Seringkali kami harus menemukan jalan buntu atau jalan rusak yang mengharuskan untuk berputar kembali ke jalan awal. Setidaknya, otak kami merekam peristiwa tersebut sebagai peristiwa kecil yang memberikan kesan tersendiri.
Tidak jarang pula saya bertanya kepada warga setempat. Keramahan mereka perlu dicatat dalam benak putra saya, agar ia mengetahui bahwa banyak orang baik dalam kehidupan ini.Â
Banyak orang yang masih mempraktikkan "kesalehan sosial" secara sederhana. Di tengah-tengah kekhawatiran akan melunturnya solidaritas, setidaknya, warga desa masih menjaga kebaikan horisontal yang juga merupakan implementasi ajaran agama.
Kedua, dengan ke desa-desa yang belum pernah dikunjungi, banyak pengetahuan baru yang bisa didapatkan. Desa ini namanya apa? Masuk kecamatan apa? Warganya dari etnis apa? Pertaniannya bagaimana? Bagaimana kondisi sekolahnya? Adakah pesantren? Ada berapa masjid yang dijumpai dekat jalan? Dan, masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang bisa menjadi kunci untuk mendapatkan pengetahuan.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan didapatkan ketika kita dengan teliti memperhatikan apa-apa yang dijumpai ketika memasuki desa-desa baru. Saya biasanya memberikan penjelasan singkat kepada anak bungsu terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tidak jarang pula ia mengembangkan pertanyaan-pertanyaan baru untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap.
Dengan demikian, telah berlangsung proses pembelajaran yang tidak kaku, tidak membosankan. Mengenalkan potensi pertanian, pendidikan, dan religi serta kearifan sosial masyarakat merupakan materi-materi yang menyenangkan kalau disampaikan sembari menikmati perjalanan.Â