Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Mengejar Mas Mas (di Yogya): Pelacur, Solidaritas, dan Cinta

10 April 2022   04:44 Diperbarui: 24 April 2022   23:38 1838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengetahui perasaan Ningsih kepada Parno dan mengingat kebaikannya selama ini, Shanaz memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Dengan sedih, ia pamit kepada Parno dan Ningsih di sebuah jalan persawahan. Meskipun ia tidak bisa menolak cinta yang mulai bersemi di dalam hatinya, Shanaz tetap tidak bisa melupakan semua kebaikan dan solidaritas yang dibangun oleh Ningsih selama ia menjalani masa-masa sulit di Yogya.

Ia rela mengubur kenangan-kenangan manis dengan Parno selama menjalani hari-hari yang menyenangkan dengan romantisme sesaat. Kembalinya Shanaz ke pelukan ibunya di Jakarta merupakan antiklimaks dari Mengejar Mas Mas di mana muncul resolusi dengan menghadirkan satu scene penutup: Parno membonceng Ningsih dengan sepeda onthelnya. Berdua mereka menyusuri jalan persawahan dengan senyum, cinta, dan kebahagiaan. 

Hamparan sawah dengan padi nan hijau dan gunung Merapi yang nun jauh menjadi latar adegan ini. Ningsih menatap ke atas dengan wajah yang lebih cerah. Ia mengenakan baju berwarna krem. Sementara, Parno mengenakan baju lurik coklat khas Jogja. Ningsih mulai tersenyum, tetap menatap ke atas. 

Tangan kanan Ningsih merangkul perut Parno. Tangan kiri Parno memegang tangan kanan Ningsih yang merangkul perutnya. Tetap dengan latar sawah dan Merapi, Ningsih mulai menyandarkan kepalanya di punggung atas Parno. Ia tersenyum. Demikian pula Parno. Mereka berdua, tetap dengan onthel, menyusuri jalan persawahan. Merapi tampak di kejauhan.

Adegan di atas memperlihatkan betapa bahagianya Ningsih, dengan senyum di bibirnya, sembari menatap ke atas. "Tatapan" Ningsih menandakan adanya satu impian akan masa depan yang lebih baik ketika ia dan Parno menjalani kehidupan bersama. Ikatan yang mungkin akan terjadi di antara mereka berdua ditandai dengan "tangan Parno yang memegang tangan Ningsih". 

Sebuah ikatan antara laki-laki dan perempuan pelacur yang kemungkinan akan berhenti dari profesi lamanya karena telah mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian dari seorang laki-laki yang dicintainya di mana ia bisa "bersandar" melepaskan semua kesedihan dan permasalahan hidup yang dilakoninya sebagai seorang pelacur. 

"Jalan persawahan dengan latar hijau padi di usia muda" menandakan bahwa masih ada masa depan dan kehidupan yang akan dilaluinya bersama Parno. Gunung Merapi tidak lagi menakutkan, seperti ketika meletus. Merapi menjadi simbol keagungan dari relasi batin di antara mereka berdua; seorang pelacur dan pengamen.

Dengan sepeda onthel-nya, Parno akan mengajak Ningsih menikmati masa-masa baru yang lebih menjanjikan dalam sebuah ikatan cinta antara laki-laki dan perempuan. Impian Ningsih untuk menjadi perempuan baik-baik dan diterima dalam kehidupan masyarakat normal akan segera terwujud dengan ikatan cinta tersebut. 

Dengan ikatan itu pula, sebuah buku harian seorang pelacur yang berisi kisah-kisah menyedihkan akan segera ditutup dan berganti dengan buku harian baru yang ditulis dan diwarnai dengan kisah cinta yang lama tertunda dengan beragam kisah lain. Sebuah submitos penutup dengan manis telah bertutur tentang kehadiran laki-laki dan kembalinya si pelacur ke dalam kehidupan yang normal dan yang lebih baik.

Maka,  bisa dikatakan, film ini memunculkan kembali wacana hegemonik di dalam masyarakat, bahwa kehadiran laki-laki baik-baik akan mampu membawa perubahan drastis dalam kehidupan seorang pelacur. 

Dengan kata lain, untuk bisa kembali ke dalam kehidupan masyarakat normal, seorang pelacur tetap membutuhkan kehadiran dan peran laki-laki dalam kehidupan cintanya, meskipun peran laki-laki dalam film ini tidaklah muncul sebagai "Dewa Penolong" yang dengan gigih memperjuangkan nasib si pelacur untuk keluar dari kenistaan hidup. Justru si pelacurlah yang aktif menjaga kesetiaan cintanya sehingga si laki-laki bisa luluh dan bersedia menerimanya sebagai "perempuan baik-baik". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun