Adapun kalau beruntung, kita bisa membeli ikan "kutok" (gabus), tawes, dan wader. Biasanya para pedagang mendapatkan dari warga yang mencari dari sungai, selokan, dan rawa.Â
Buah-buahan lokal seperti jambu kristal, kedondong, jeruk, pisang, rambutan, salak, bengkoang, dan yang lain melimpah di pasar krempyeng. Penjual yang berada di trotoar jalan siap memberikan buah dengan kualitas baik, karena mereka langsung mengambil dari petani. Itu pula yang menjadikan harga buah lokal terjangkau. Khusus jeruk, Semboro memang menjadi sentra buah yang menyebar di kota-kota besar Jawa ini. Â
Bagi mereka yang membutuhkan bawang merah, bawang putih, dan rempah-rempah, serta daging dan jerohan ayam, beberapa pedagang lelaki menyediakan dalam jumlah banyak. Tanpa rasa canggung lelaki penjual bawang "ngladeni" (melayani) para pembeli perempuan yang seringkali didahului proses "nyang-nyangan" atau "ngenyang" (tawar-menawar). Penjual daging ayam juga dengan tangkas memotong daging sesuai keinginan pembeli. Â
Di pasar krempyeng tak perlu malu dan canggung untuk melakukan transaksi ekonomi dalam level kecil. Kesetaraan gender berlangsung dalam aktivitas ekonomi bernuansa desa. Mereka bisa jadi tidak memahami apa itu kesetaraan gender ataupun feminisme, tetapi pertemuan di pasar dengan suasana keakraban telah melahirkan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama berperan penting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
Mungkin, bagi orang-orang yang terbiasa membeli bahan pangan di supermarket ataupun hypermart, pasar krempyeng bisa jadi dipandang kurang higienis. Namun, bagi saya, tidak perlu terlalu khawatir. Toh, para pedagang menggunakan gelaran seperti tikar plastik untuk membuka "dasaran" (berjualan barang kebutuhan). Para penjual ikan menempatkan ikan mereka di dalam bak atau tempat khusus. Demikian juga dengan penjual sayur-mayur dan buah. Apa yang perlu diperhatikan adalah kebersihan selama proses pengolahan makanan.
KETAHANAN EKONOMI
Pandemi yang menyerang Indonesia sejak tahun 2020 memberikan dampak yang cukup signifikan kepada para pedagang dan warga yang biasa pergi ke pasar krempyeng. Batasan waktu berjualan dan ketatnya peraturan menjadikan sebagian warga menunda keinginan mereka untuk pergi ke pasar krempyeng. Tentu hal itu berdampak terhadap kuantitas transaksi.Â
Untungnya, pemerintah memberikan kelonggaran bagi aktivitas di pasar dengan tetap mematuhi protokol. Pasar krempyeng pun menggeliat kembali, menghadirkan orkestra pagi yang memberikan rezeki ekonomi bagi para pedagang serta memberikan kemudahan kepada warga yang membutuhkan bahan pangan dan kebutuhan dapur lainnya.