Mereka juga terlalu sering disuguhi berita proses hukum terhadap orang-orang miskin yang terpaksa mencuri untuk menyambung hidup, warga desa yang berjuang melawan perampasan lahan, dan yang lain. Dalam kasus-kasus itu, aparat penegak hukum begitu cekatan. Namun, dalam kasus para pengemudi mobil mewah mengapa tidak ada ketegasan?
Banyaknya kontradiksi dan ketimpangan dalam penegakan hukum berkontribusi penting terhadap anjloknya tingkat kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Tentu realitas ini tidak bisa disepelekan karena polisi merupakan aparat penegak hukum yang langsung berhubungan dengan warga sipil. Ketika masyarakat semakin sering mendapatkan berita tentang kontradiksi dan ketidakadilan, mereka bisa memperbesar ketidakpercayaan terhadap polisi.Â
Kita tentu masih ingat tagar "percuma lapor polisi" yang masih menggema di media sosial akibat perilaku polisi dalam menangangi kasus yang menjadi perhatian publik. Kasus konvoi mobil mewah ini memang tampak remeh-temeh, tetapi sudah bergerak secara luas di media sosial. Jangan pernah meremehkan permasalahan yang ramai di media sosial ataupun media online. Sebagai bentuk media baru, keduanya mampu mengkonstruksi cara pandang publik terhadap ketidakadilan yang terjadi.Â
ABSURDITAS & PENTINGNYA TELADAN
Kalau peristiwa-peristiwa yang mendemonstrasikan ketidakadilan dalam penegakan hukum terus saja berulang di bumi pertiwi, bangsa ini seperti terjebak dalam absurditas kehidupan yang cukup melelahkan. Dan, itu terjadi karena ketidaktegasan aparat negara dalam menindak hal-hal yang sudah jelas harus ditindak.Â
Absurditas merupakan sebuah kondisi konyol dan tidak masuk akal, di mana kejadian yang sama selalu saja terjadi, percakapan yang sama selalu saja dilangsungkan, dan peristiwa yang aneh pun terus diulang. Absurditas menjadikan kita berpikir bahwa kekonyolan dan ke-tidak-masuk-akal-an yang berlangsung dalam praktikbernegara yang sebenarnya sudah diatur melalui sistem perundang-undangan sudah menyentuh kondisi tragis.
Lazimnya, orang bernegara akan mematuhi undang-undang sebagai konstitusi yang mengikat semua warga negara. Pemerintah dengan aparat penegak hukumnya pun menjadi penjamin dari keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang mematuhi sistem perundang-undangan yang berlaku. Untuk itulah pemerintah menggaji polisi dan aparat penegak hukum lainnya. Mereka juga mendapatkan tunjangan untuk memperkuat kinerja profesional.Â
Ketika sebuah kasus menjadikan aparat penegak hukum menjadi cemoohan publik karena ketidakprofesionalan dalam bekerja, semestinya mereka harus instropeksi dan tidak menyebabkan banyak kasus lagi. Semakin banyaknya kasus baru dengan mudah menyulut kemarahan ataupun pesismisme publik. Tentu saja kondisi ini merugikan tatanan bernegara yang sudah mulai membaik.
Kalau kemudian warga negara masih terlalu sering disuguhi ketidakadilan dalam penegakan hukum, maka absurditas demi absurditas akan memenuhi ruang publik dan ruang kehidupan di Republik ini. Pesimisme akan menjadi warna dominan dalam cara berpikir dan bertindak masyarakat terkait penegakan hukum. Tentu saja, kondisi tersebut bisa menyebabkan ketidaksehatan dalam proses bernegara yang menghambat cita-cita bersama sebagai bangsa.Â
Teladan-teladan sederhana, seperti penanganan pelanggaran lalu-lintas yang setara bagi semua warga negara, bisa menjadi cara efektif untuk memupuk kepercayaan warga negara terhadap pemerintah. Semakin banyaknya teladan yang diberikan oleh aparat negara bisa menjadikan warga menumbuhkan optimisme di tengah-tengah kompleksitas masalah ekonomi dan politik yang berlangsung.Â
Dengan teladan yang disuguhkan secara baik dan bijak, bangsa ini perlahan tapi pasti bisa meretas jalan untuk menjadi bangsa yang besar dan maju. Namun, ketika aparat negara semakin sering menghadirkan tindakan yang menunjukkan ketidakadilan, maka bangsa besar yang disegani dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain itu hanya menjadi pemanis bibir.