Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seni Kriya, Keindahan Fungsional, dan Perluasan Kajian

19 Januari 2022   12:37 Diperbarui: 19 Januari 2022   13:32 1878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kata lain kriya mensyaratkan pengetahuan dan kemampuan yang mempunyai karakteristik sendiri dan berimplikasi pada kerja produksi para pekerja/kriyawan serta jaringan distribusi dan konsumsi. Lebih jauh Becker (1982: 274) menambahkan bahwa pengertian kriya sebagai pengetahuan dan skill yang menghasilkan aktivitas dan objek bernilai guna mengimplikasikan sebuah estetika dan juga sebuah bentuk organisasional di mana standar evaluatif menemukan asal-muasal serta justifikasi logisnya. 

Bentuk organisasional merupakan bentuk (relasi, pen) di mana para pekerja mengerjakan karya-karyanya untuk orang lain, yakni klien, pelanggan, ataupun juragan, yang menentukan apa-apa yang harus dikerjakan dan bagaimana seharunya karya yang dihasilkan. Para juragan paham bahwa para pekerja mempunyai kemampuan dan pengetahuan khusus namun merekalah yang menentukan karya yang dihasilkan.

Para pekerja memang lebih mengerti bagaimana harus mengerjakan sesuatu yang tidak dipahami oleh mereka yang tidak bergulat dalam jagat kriya, namun mereka tetap menghargai hak juragan sebagai kata terakhir. Meskipun seorang pekerja terkadang membuat karya untuk kepentingannya sendiri, objek yang dihasilkan tetap saja dibuat untuk melayani kebutuhan seseorang sebagai objek yangbernilai guna. 

Penjelasan Becker tersebut menggambarkan betapa standar estetika karya kriya sangat ditentukan oleh kepentingan orang-orang yang melingkari jagat kreatifnya. Orang-orang tersebut antara lain adalah juragan, klien, dan pelanggan. Karya kriya sebagai objek bernilai guna memang sangat ditentukan oleh pihak-pihak tersebut. 

Para pekerja mau tidak mau harus menyesuaikan dengan kepentingan dan standar karya yang mereka inginkan karena dari merekalah para pekerja memperoleh penghasilan. Kalaupun mereka bisa menghasilkan karya kriya sendiri tanpa harus bekerja pada seorang juragan, toh mereka tetap harus memperhatikan selera dan kecenderungan estetika yang diinginkan dan digemari oleh para pelanggannya atau pasar secara umum. 

Sepandai apapun tukang ukir Jepara, misalnya, ketika mereka bekerja kepada juragan, maka ia harus mengikuti standar-standar yang dibuat oleh juragan. Mungkin mereka bisa membuat desain yang cukup bagus dibanding desain-desain lainnya, namun penilaian akhir layak atau tidaknya desain tersebut untukdiproduksi secara massif sangat tergantung pada keinginan dan penilaian dari juragannya. 

Para juragan tentu saja tetap mempertimbangkan kemungkina npemasaran karya, apakah akan mendapatkan sambutan positif atau sebaliknya. Maka dari itu para juragan cenderung memilih cara aman dengan mengikuti trend yang sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat. 

Kalaupun harus dimunculkan sebuah desain baru, maka para juragan tidak akan berani membuat dalam jumlah yang massif, tetapi sekedar membuat contoh-contoh karya terbatas. Setelah ada respons positif, barulah mereka menyuruh para pekerjanya untuk membuat karya baru tersebut dalam jumlah massif.

Karena bekerja untuk melayani kepentingan dan kepuasan pihak-pihak yang mau membayar karya-karya mereka, maka seorang pekerja kriya harus mempunyai standar estetika untuk diri mereka sendiri, yakni keahlian yang mumpuni. Dengan keahlian itulah, seorang pekerja kriya mampu mengerjakan sebuah karya kriya yang rumit dalam tempo yang cepat dan hasil yang cukup memuaskan. Untuk hal ini Becker (1982: 275) menjelaskan:

Sebagian besar karya kriya sangatlah sulit dalam pengerjaannya dan mensyaratakan waktu tahunan untuk menguasai keahlian fisik serta disiplin mental guna menjadi praktisi kelas wahid. Seorang ahli, yang menguasai skill, mempunyai kontrol yang cukup terhadap material-material kriya, bisa mengerjakan apa saja dengan material tersebut, bisa bekerja dengan cepat, serta bisa mengerjakan pekerjaan berat sebagai pekerjaan yang tampak begitu mudah…

Objek khusus dari keahlian memang berbeda antara bidang kriya yang satu dan yang lain, namun selalu saja melibatkan kontrol ekstra terhadap material dan teknik. Terkadang keahlian juga melibatkan penguasaan terhadap beragam teknik, tidak hanya mampu mengerjakan karya lebih baik dari yang lain, tetapi mampu mengerjakan lebih banyak hal lagi. 

Dari konteks keahlian tersebut, bisa dikatakan seorang kriyawan juga mempunyai keterampilan dan kepakaran (craftsmanship) yang tidak kalah hebat dengan para pelukis. Yang membedakan kemudian adalah pada unsur inovasi karya. Para pelukis selalu berusaha menemukan teknik, desain, maupun tema yang membuatnya berbeda dengan karya-karya lain. 

Konsekuensinya, sehingga karya mereka yang mempunyai karakteristik, baik dari sisi kualitas garapan maupun tematiknya, dan akan berakibat pada tingginya apresiasi para kurator. Dengan demikian harga jualnya di kalangan kolektor juga akan meningkat. Sedangkan para kriyawan cenderung meneruskan teknik-teknik penggarapan dan desain yang sudah biasa dan menjadi trend, kurang berpikir inovatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun