Kegembiraan akan respons yang diberikan Dewa terhadap apa yang mereka lakukan berdua, menjadikan Renjani untuk sesaat larut dalam suasana romantis sehingga ia juga menikmati pelukan Bhisma. Tidak berselang lama, kesadarannya segera muncul dan memberikan kekuatan untuk lepas dari pelukan itu.
Adegan tersebut sekaligus menjadi mitos-kedua bagi munculnya wacana tandingan bahwa perempuan memang, pada dasarnya, mudah larut dalam tindakan romantis yang diciptakan seorang laki-laki, baik atas nama cinta maupun kegembiraan tertentu, tetapi ia bisa menggunakan nalarnya untuk keluar dari tindakan romantis itu.
Perempuan sebenarnya bisa ‘melawan’ dan melepaskan diri dari ikatan romatis yang akan menjebakknya dalam permainan laki-laki dengan bermacam alasan logis yang melatarbelakanginya. Penegasan untuk tidak terikat dengan laki-laki, diungkapkan kembali ketika Mbak Wid menanyakan hubungan Renjadi dan Bhisma ketika mereka berada di ruang tamu.
Renjai mengatakan, “saya 8 tahun lebih tua dari dia”, “saya merasa telah sampai pada masa depan saya”, dan “saya merasa sudah mapan”. Ungkapan tersebut merupakan kode naratif yang menjadi alasan logis pertama yang menjadikannya tidak mau menerima kehadiran seorang pria seperti Bhisma.
Wacana yang dikembangkan Renjani terkait perbedaan usia 8 tahun, tak ayal, menghadirkan pengetahuan yang sudah berkembang dalam masyarakat bahwa idealnya perempuan itu harus lebih muda dibanding laki-laki yang akan menjadi teman hidupnya.
Di balik pembenaran itu, ia sebenarnya mempunyai wacana lain tentang sampainya ia pada “masa depan” (Dewa dan anak-anak lain di rumah asuhnya) yang menjadikannya merasa sudah “mapan”.
Penjelasan tersebut sekaligus menegaskan bahwa bukan sekedar usia yang menjadikan seorang perempuan tidak menerima laki-laki, tetapi konsep “masa depan” dan “kemapanan” bisa menjadi pertimbangan yang lebih signifikan.
Kemapanan itu sendiri bukanlah konsep yang harus diukur dengan materi. Lebih dari itu, kemapanan bagi seorang perempuan, seperti Renjani, merupakan sebuah praktik keterlibatan di mana ia bisa menggunakan apa yang dimilikinya untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan.
Renjani memang tidak bisa menolak segala kebaikan Bhisma terhadap Dewa sebagai sesuatu yang, di satu sisi, sangat ideal dari seorang laki-laki dan, di sisi lain, sudah sangat jarang ditemukan dalam masyarakat kontemporer.
Keseriusan Bhisma untuk membantunya dalam mengusahakan kesembuhan buat Dewa, sebenarnya menunjukkan kualitas kebaikan dan kemanusiaan di balik cintanya untuk Renjani.
Sebagai lelaki muda, pada dasarnya, Bhisma mampu mendapatkan cinta perempuan-perempuan muda yang mungkin lebih cantik dari Renjani. Namun demikian, masih ada “ketakutan” lain yang memperkuat penolakan Renjani.