Romo Yosep Utus dari Gereje Santo Yusuf Jember menegakan bahwa dalam ajaran Kristiani, kasih sayang terhadap manusia itu harus bisa diwujudkan, tanpa harus memandang status mereka sebagai mantan napi. Kita harus mau merangkul mereka sebagai manusia.
Gereja tentu siap untuk memberikan pendampingan-pendampingan yang dibutuhkan, apalagi sejak sekolah di seminari para romo sudah dibiasakan untuk memberikan pelayanan publik, termasuk kepada para napi di penjara.
Sementara, Arif S.Sos, MAP, Ketua Laboratorium Kajian Pemberdayaan Masyarakat FISIP Universitas Jember menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Anton Macan merupakan tindakan luar biasa untuk ikut membina manusia-manusia yang memiliki permasalahan serius. Para mantan napi yang sulit mencari pekerjaan dan tidak diterima oleh masyarakat merupakan subjek yang memang harus didampingi dan diberdayakan.
Untuk itu, seharusnya, pihak-pihak terkait di Jember seperti Lapas, Bapas, dan Pemkab berani membuat terobosan kreatif, seperti membuat perumahan khusus para mantan napi. Ini memang terlihat aneh, tetapi bisa menjadi monumental karena ada keberanian dalam memberikan perhatian terhadap mantan napi.
Meskipun belum bisa memberikan perhatian khusus untuk kehidupan mantan napi, sebenarnya negara sudah berusaha memberikan pelatihan ketrampilan ketika mereka berada di dalam penjara. Menurut Edi, staf Bapas Jember, hal itu dilakukan agar mereka siap menghadapi kehidupan pasca keluar penjara.
Kisah perjuangan yang dilakoni Anton Macan dan kawan-kawannya juga menarik pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Jember, Dr. Aries Harianto, M.H. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Anton merupakan bukti betapa manusia selalu bisa menegaskan komitmen kemanusiaannya dalam kondisi apapun.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa rumah singgah mungkin bisa diganti "rumah manfaat" atau "rumah maslahat" agar warga bisa mengembangkan sikap positif dan semakin banyak yang bisa berpartisipasi. Ke depan, Anton Macan juga bisa membuat badan hukum untuk rumah tersebut sehingga bisa menjalin kerjasama dengan banyak perusahaan melalui program CSR (corporate social responsibility).
Lilik Ni'ama, owner Kafe Pojok Bangka, ikut memberikan apresiasi atas apa-apa yang diperjuangan Anton Macan. Menurutnya, kehidupan penjara merupakan fase yang bisa menjadikan napi melakukan perenungan panjang dan menemukan titik cerah yang mengubah kehidupannya kelak. Apa yang dilakukan Anton Macan harus terus dikabarkan, agar masyarakat memiliki pandangan positif terhadap mantan napi.
Beberapa peserta lain menyoroti secara serius kontribusi Negara dalam menangani mantan Napi. Nurdiansyah Rahman alias Cak Nung, penggiat pencak silat Tjimande, berpendapat bahwa peran lembaga keagamaan memang harus diperkuat dalam berpartisipasi menangani para mantan napi. Ia juga mengkritisi ketidakhadiran Negara dalam penanganan mantan napi yang terkesan belum ada atau belum bisa dirasakan.Â
Budi Santoso, aktivis sosial, yang mengaku sudah lama kenal dengan Anton Macan, menegaskan bahwa apa yang dilakukan apa yang dilakukan Anton Macan ini membuktikan bahwa di tengah-tengah minimnya perhatian Negara masih ada manusia-manusia dengan motivasi tulusnya untuk membantu manusia lain yang membutuhkan.Â
Adapun Wahyu Nugroho, pengusaha sekaligus inisiator Gerakan Subuh Berjamaah (GSB), mendukung sepenuhnya perjuangan Anton Macan dan kawan-kawan di rumah singgah mantan napi. Selama ini Wahyu sudah menjalin kerjasama dengan Anton Macan dalam wujud pelatihan ketrampilan buat para mantan napi dan warga kurang mampu. Ke depan ia akan terus berkomitmen untuk menjalankan kerjasama kreatif dan produktif.