Tentu saja banyak masalah dan kendala yang harus dihadapi dalam mengelola rumah singgah. Bukan hanya masalah pendanaan, tetapi juga dukungan publik dan Negara.Â
Namun, itu semua tidak menjadikan Anton surut langkah. Sebaliknya, ia dan para pengelola semakin bersemangat untuk mengubah semua masalah tersebut menjadi kesempatan untuk terus berbuat yang terbaik.
Bagi keluarga napi yang berasal dari luar Jember, rumah singgah tersebut sangat membantu. Mereka yang rata-rata berasal dari keluarga miskin bisa menginap di rumah singgah ketika hendak menjenguk anggota keluarga mereka. Tentu saja dengan fasilitas seadanya.
Meskipun demikian, keluarga para napi sangat terbantu karena mereka tidak harus kebingungan tempat menginap. Kita bisa membayangkan kalau mereka harus menginap di hotel atau losmen tentu membutuhkan biaya besar.
Pengalaman mengusahakan dan memperjuangkan rumah singgah itulah yang dijabarkan oleh Anton Macan dalam diskusi rutin Forum Konco Dhewe (FKD) pada 26 November 2021, di Kafe Pojok Bangka, Jember.
FKD merupakan forum yang terdiri dari individu lintar-organisasi, lintas-parpol, akademisi, dan lintas-kepentingan yang berusaha memberikan alternatif pemikiran terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di Jember dan Indonesia dengan pendekatan multidisiplin.
Dalam diskusi yang berlangsung selepas Isya' dan dipandu oleh praktisi hukum dan aktivis sosial, Fathul Hadi tersebut, perjuangan Anton Macan dan kawan-kawan mendapatkan apresiasi dari para pembicara dan peserta.
Dalam pembukaannya Fathul Hadi, menegaskan bahwa gagasan rumah singgah ini merupakan bentuk komitmen dan solidaritas kemanusiaan yang dilakukan para mantan napi. Untuk itu, kita semua wajib mendukungnya. Pertanyaan besarnya adalah apakah Negara sudah hadir? Inilah yang harus terus diingatkan.
Lukman 'Markesot' Winarno, Presiden FKD dalam sambutannya mengatakan bahwa perjuangan untuk rumah singgah ini merupakan usaha strategis untuk membangun kebudayaan dari aspek kemanusiaan. Semua pihak perlu ikut nyengkuyung, bergotong-royong untuk membantunya.
Lorah Miftahul Arifin Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Suren, Ledokombo, dalam menjelaskan bahwa secara institusional, pondok pesantren siap untuk menampun para mantan napi yang ingin belajar agama dan menjalani kehidupan dengan baik.
Bagaimanapun juga, agama memerintahkan umat manusia untuk berbuat kebaikan, tanpa memandang status mereka. Menurutnya, para mantan napi adalah manusia-manusia yang sudah menjalani kehidupan di penjara dan masyarakat juga harus siap untuk menerima mereka.Â