SAJAK GANDRUNG
Baiklah:Â
malam ini biarkan tubuhku dinikmati ratusan mata mengharap molek; ditelan kala berkuasa; dilukis batin mengasrat cinta; diresapi pemaju selalu bergairah. Ini pilihanku, bukan pilihanmu. Ini keputusanku, bukan keputusanmu. Sejarahku adalah sejarah bang-bang wetan bermain dalam pusaran malam: bersinar bersama embun menyapa.
Tak usah kau berkata: "Kau Dewi Sri, awal kehidupan". Karena aku adalah tubuh menuntut kehidupan itu sendiri. Karena aku adalah pikiran berpetualang dalam setiap kesempatan.
Malam ini jangan lagi kau berkata: "Kau adalah pahlawan dari Brang Wetan". Aku tidak butuh itu, Sayang. Aku butuh harum bau alkohol yang jujur; yang tidak pernah menuntut; yang tidak pernah berkutbah tentang surga. Karena surga adalah aku sendiri yang berhak memoles wajahku; yang berhak meliarkan tubuhku; yang berhak menghitung lembaran demi lembaran pembeli surga.
Kutbah-kutbah hanya menghadirkan surga dalam angan-anganku sedang hidup bukanlah angan-angan. Aku sudah lelah mendengar itu semua karena selalu diakhiri hitungan-hitungan di meja makan. Sementara, aku tetap di sini menghidupkan hidupku yang memang berhak untuk hidup.
Sayang,
hidup adalah kesungguhan gerak melintasi banyak kemungkinan: mengatasi banyak ocehan, tanpa tangisan. Seperti tubuhku yang malam ini melintasi mereka tanpa bisa disentuh.Â
Selendangku adalah luka harus dikibaskan; karena ia bukanlah tangis. Omprok-ku adalah keluhuran harus dijaga; keluhuran yang selalu menuntunku pada perjumpaan-perjumpaan indah dengan mereka; perjumpaan-perjumpaan yang menyambung kehidupan.Â
Gerakku adalah keagungan harus kupersembahkan kepada para leluhur yang mengantarkan kehidupan ini kepadaku; bukan untuk mereka, Sayang. Karena mereka hanyalah para pemuja selalu mengirimkan upeti dengan hati.
Baiklah: