Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Jalanan Mereka Berbudaya: Klub Motor sebagai Subkultur

11 November 2021   22:59 Diperbarui: 11 November 2021   23:24 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo SOG. Foto: Facebook SOG

Keliaran-keliaran  Dinamis: Dari Modifikasi hingga Freestyle

Di samping praktik 'ritual' kolektif melalui aktivitas-aktivitas klub motor, subkultur pengendara motor juga ditandai dengan maraknya modifikasi dan freestyle. Modifikasi yang dilakukan berhubungan dengan usaha untuk mempercantik tampilan luar motor dengan menambahkan aksesoris-aksesoris dan juga dengan merombak atau membongkar model motor sehingga tampak tidak asli pabrikan lagi. Sementara freestyle merupakan gaya liar mengendarai motor yang ditunjukkan dengan kemampuan pengendara untuk melakukan atraksi akrobatik yang terlihat ekstrim dan berbahaya.

Dengan modifikasi, motor yang secara teknik-mesin sudah ketinggalan jaman bisa terlihat modis dan up to date. Bahkan modifikasi juga dilakukan kepada motor- motor keluaran terbaru sehingga menimbulkan kesan adanya estetitasi yang berkaitan dengan selera individual si pemilik. Tidak heran kalau dalam satu klub motor bermerk dan bertipe sama, bisa terjadi keanekaragaman modifikasi. Semua itu menandakan betapa dalam satu identitas klub masih bisa ditemukan keberagaman selera estetis yang menandai perbedaan antara satu pemilik dengan pemilik lainnya. 

Seorang anggota klub yang motornya dimodifikasi semenarik mungkin dan berbeda dengan motor lainnya biasanya akan mendapatkan pujian dari anggota lainnya. Dengan begitu, secara simbolis ia akan mendapatkan penghargaan dan pengakuan. Meminjam istilah Bordieu, motor modifikasi mampu menjadi modal simbolik (symbolic capital) yang mampu mengangkat derajat si pemilik dalam posisi terhormat. Modifikasi saat ini menjadi trend bagi para pengendara motor dan

sekaligus menandakan adanya kebebasan dan independensi konsumen untuk memperlakukan produk pabrikan sesuai dengan keinginan dan selera estetis mereka. Dengan modifikasi, para pengendara telah melakukan proses dekonstruksi model dan juga melakukan perilaku oposisional untuk tidak mengikuti 'seragamisasi' yang dilakukan produsen otomotif: sebuah resistensi semiotik.

Freestyle juga menjadi penanda simbolis tersendiri bagi kehadiran 'atmosfer keliaran' subkultur pengendara motor. Mereka yang berani melakukan atraksi freestyle rata-rata masih berusia muda. Atraksi akrobatik yang ekstrim menandakan semangat kebebasan dan keliaran yang mengalir dalam diri mereka. Aturan-aturan ketertiban dan keamanan dalam berkendara (safety reading) memang mereka patuhi, terutama ketika mereka berkendara di jalanan umum maupun dalam kegiatan touring dan konvoi. 

Namun demikian, jiwa muda mereka menuntut adanya ruang dan aktivitas pembebasan yang bisa digunakan untuk mengekspresikan keberanian dan semangat dinamis yang mereka miliki. Para freestyler mempunyai semangat untuk berbeda dan berperilaku oposisional dari kelaziman bermotor di jalan. Di samping itu, adegan ekstrim juga menyiratkan satu nilai resistensi terhadap aturan-aturan tradisi besar yang membayangkan ketertiban dalam menjalankan norma-norma sosial.

Untuk menampung hasrat tersebut, pengurus klub menyediakan ruang bagi freestyle dalam tempat khusus sehingga tidak mengganggu aktivitas lalu-lintas jalan raya. Freestyle bisa berbentuk atraksi berkendara sambil tiduran, menyetir dengan kaki, jumping, berkendara dengan empat hingga lima orang, dan lain-lain. Bahkan freestyle sudah memperoleh pemaknaan yang meluas, tidak hanya keliaran berkendara, tetapi juga berupa keberanian melampaui batas kemampuan sebuah motor. Semisal motor metic yang pada awalnya ditujukan untuk konsumsi jalan-jalan perkotaan, dalam perkembangannya digunakan oleh para freestyler untuk berkendara di medan-medan berat yang terjal, baik yang berlumpur maupun berbatu. 

Keberagaman dan popularitas freestyler di antara para pengendar motor melahirkan inspirasi bagi lomba-lomba freestyle yang mempertemukan bakat-bakat keliaran dalam kompetisi yang sangat dinamis. Para pemenang akan mendapatkan posisi terhormat dan patut dihargai oleh sesamanya.

Di Jalanan Juga Ada Budaya

Subkultur pengendara motor dan subkultur lainnya, bagaimanapun juga, telah, sedang, dan akan menjadi satu realitas budaya dalam masyarakat (pasca) modern Indonesia yang ditandai dengan perayaan gaya hidup dalam praktik konsumsi yang beragam makna. Eksistensi subkultur tidak bisa dianggap sekedar pelengkap bagi penyebaran budaya konsumen dan juga bukan semata-mata penyimpangan dari tradisi besar yang berkembang dalam masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun