Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pranata Mangsa, Pengetahuan Musim Tanam yang Mulai Ditinggalkan

18 Juni 2020   22:59 Diperbarui: 19 Juni 2020   09:30 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petani memanen padi. Adapun pada mangsa sada, kondisi meteorologis masih sama dengan sebelumnya, hanya curah hujan naik lagi menjadi 149,2 mm, bintang Lumbung. 

Mulai masuk musim kemarau, suhu di malam hingga pagi hari sangat dingin (mbedhidhing). Petani mengeringkan padi. Ada juga yang menumpuk jerami untuk pakan ternak (misal di daerah Ngawi dan sekitarnya).

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dari penjaraban di atas, sangat jelas betapa para petani Jawa mengembangkan pola pikir dan perilaku bertani berdasarkan kearifan-kearifan yang mereka dapatkan dari membaca tanda-tanda alam. 

Mereka belajar membaca dan memahami alam yang selain menghadirkan tantangan dan bencana juga menghadirkan berkah melimpah. 

Alam bukanlah musuh yang harus ditaklukkan dan dihancurkan demi memenuhi ambisi manusia. Alam bagi petani Jawa ibarat teman, sahabat, saudara, ataupun orang tua yang harus “diakrabi” dan “dicintai” karena darinya manusia bisa mendapatkan banyak keuntungan tanpa harus merusak.

Dengan pranata mangsa pula, para petani Jawa belajar mengembangkan sikap hidup yang dinamis. Terkadang mereka memang harus merasakan kesedihan karena kemarau berkepanjangan (ketiga). 

Atau, ketika hujan datang seperti tiada henti pada musim labuh, sehingga sungai-sungai banyak yang banjir. Namun, di balik itu semua, mereka juga menyimpan doa dan harapan akan datangnya musim yang membahagiakan. 

Seperti, ketika mereka mulai menanam, merawat, hingga memanen padi.Seperti, ketika mereka bisa merasakan manisnya buah-buahan yang memberikan gisi bagi tubuh. Seperti ketika mereka menikmati kicauan burung-burung nan indah di pagi hari.

Dengan patokan pranatamangsa itu, para petani Jawa bisa memperkirakan masa-masa di mana mereka harus hidup berhemat (prihatin), yakni ketika mereka dalam masa menunggu panen ataupun masa kemarau. Namun, ketika tiba saatnya, mereka juga boleh bergembira, ketika hasil panen melimpah. 

Mereka boleh nanggap tayub ataupun ludruk, untuk mengungkapkan kegembiraan. Selain itu, pranata mangsa bisa menjadi patokan bagi para petani Jawa bagaimana secara bijak mengelola perekonomian keluarga, agar di saat kekurangan mereka masih bisa bertahan hidup.

Lebih jauh lagi, menurut Sindhunata, pranata mangsa merupakan bentuk kerarifan lokal petani Jawa yang dalam kasanah ekologis disebut “spiritualitas bumi” (the spirituality of the earth). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun