Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lembayung di Sepikul, Meretas Jalan untuk Wisata Eko-Kultural di Jember

24 Februari 2020   23:00 Diperbarui: 25 Februari 2020   15:33 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pelukis dari Komunitas Serat Kayu

Sabtu pagi, 22 Pebruari, jam 09.00 WIB, beberapa mahasiswa yang bergabung dalam Komunitas Serat Kayu, mendaki Bukit Sepikul, di Desa Pakusari, 15 menit ke arah timur dari Kota Jember. Dengan riang gembira mereka menuju bagian atas bukit untuk menemukan lokasi yang sesuai guna melakukan painting on the spot. Setelah menemukan lokasi yang cocok, mereka segera mengeluarkan peralatan untuk melukis. 

Mereka menikmati sensasi indahnya pemandangan persawahan dan pegunungan Jember dari Sepikul untuk mengalirkan energi kreatif dalam wujud lukisan bermacam objek dan tema. 

Painting on the spot merupakan bagian dari hajatan LEMBAYUNG DI SEPIKUL hasil kerjasama Dewan Kesenian Jember (DeKaJe) dan Pemerintah Desa (Pemdes) Pakusari. Hajatan tersebut terdiri dari beragam event, seperti penanaman bibit pohon, painting on the spot, penanaman pohon, dan pergelaran seni.

Adapun tujuan utama dari LEMBAYUNG DI SEPIKUL adalah untuk merintis destinasi wisata minat khusus berbasis eko-kultural. Keindahan pemandangan alam dan lahan pertanian di kawasan Sepikul merupakan sebuah potensi yang bisa dimanfaatkan untuk menarik kehadiran wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. 

Kombinasi keindahan alam dan atraksi seni serta keramahan komunitas Madura merupakan kekuatan utama yang bisa mendorong wisatawan untuk datang. Apalagi kesenian Jember cukup beragam, baik yang berasal dari etnis Madura seperti ludruk, can-macanan kaduk, ta'-buta'an, dan sound mini maupun yang berasal dari etnis Jawa seperti reyog Ponorogo dan jaranan. Selain itu, kesenian Using seperti gandrung dan janger juga cukup digemari masayarakat. Untuk itulah event ini menghadirkan bermacam kesenian yang merepresentasikan keragaman budaya Jemberan.

Atraksi sound mini
Atraksi sound mini
Pada siang hari, mulai pukul 13.00 WIB, lima komunitas sound mini menghibur warga di sepanjang jalan menuju Sepikul. Komunitas sound mini adalah kumpulan anak-anak muda yang memiliki kegemaran menari mengikuti irama musik dangdut koplo dan house music. Mereka biasanya beratraksi di tanah lapang, jalan, ataupun hajatan warga. 

Para anggota sound mini dengan penuh gembira menari mengikuti iringan musik. Di panggung pertunjukan yang terletak di bawah bukit Sepikul masing-masing komunitas diberikan kesempatan untuk unjuk kebolehan. Mereka mengirim pesan bahwa kreativitas sound mini tidak seharusnya dipandang negatif. 

Kehadiran sound mini juga menegaskan repsons kreatif masyarakat Madura di kawasan perdesaan Jember terhadap booming musik industrial yang populer dalam bentuk diskotik. Mereka tidak membawa trend musik tersebut ke dalam kehidupan perdesaan dengan menari di jalan ataupun di tanah lapang untuk memberikan hiburan kepada warga.

Pembacaan puisi
Pembacaan puisi
Malam harinya, pertunjukan seni dilaksanakan dengan meriah. Diawali dengan pembacaan puisi oleh Afraah, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, dan Zaybi, mahasiswa Universitas Nurul Jadid Paiton. Dilanjutkan dengan Mamacah oleh Pak Yasin dan Pak Wakiq yang mengiringi pembacaan puisi oleh Sony Cimot. 

Kombinasi seni rakyat dan seni modern ini menegaskan bahwa proses berkebudayaan berwarna hibrid bisa menjadi suguhan yang menarik lebih dari 2000 penonton di depan panggung terbuka. Kerjasama kreatif ini tentu bisa disajikan dalam gelaran-gelaran lain yang cakupannya lebih luas. 

Puisi dan mamacah
Puisi dan mamacah
Tidak lama kemudian, Bupati Jember, dr. Faida, M.MR., hadir di tengah-tengah warga yang berjubel. Bu Faida menyalami para warga yang berebut salaman. 

Kehadiran Bupati langsung disambut tari LENGGANG SEPIKUL, persembahan Sanggar Sotalisa yang menceritakan kegembiraan warga di Kawasan bukit ini dalam bekerja dan menjaga alam. Bupati dan warga pun memberikan aplaus atas penampilan itu. Komunitas Madura Jember di Pakusari memang memiliki budaya kerja dengan etos tinggi. Selain bekerja di ranah pertanian, mereka juga bekerja di pergudangan tembakau.

Tari Lenggang Sepikul
Tari Lenggang Sepikul
Selesai suguhan tari, Dr. Eko Suwargono, M.Hum. memberikan sambutan dengan menekankan bahwa LEMBAYUNG DI SEPIKUL merupakan gotong-royong DeKaJe dengan Pemdes Pakusari untuk membuat destinasi wisata ikonik yang memadukan keindahan alam dan kekayaan budaya. 

Program ini juga mendukung keinginan Bupati mewujudkan "Jember Kota Wisata Berbudaya". Besar harapan hajatan ini bisa menjadi event tahunan agar memberikan manfaat kepada warga dan keberlanjutan ekologis. 

Sambutan Bupati Jember
Sambutan Bupati Jember
Bupati Jember, dr. Faida, M.MR. dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan ini. Tanpa ragu-ragu lagi, Bupati mengatakan event LEMBAYUNG DI SEPIKUL sebagai panggung sejarah kebangkitan seni dan budaya. "Kegiatan DeKaJe dan Pemdes Pakusari ini perlu kita dukung. Kalau bukan penggiat seni sungguhan, tidak mungkin bisa mendesain acara di SEPIKUL. Apalagi dengan model gotong-royong. Benar-benae harus diapresiasi," ucap Bupati penuh semangat. 

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kegiatan seperti ini hanya lahir dari para seniman dan penggiat budaya yang benar-benar tanpa pamrih dan bernalar tinggi karena mendesain acara di Sepikul bukanlah pekerjaan mudah. Selain bisa merintis tumbuhnya aktivitas pariwisata, hajatan ini juga bisa memberikan sajian bermutu bagi anak-anak, kaum muda, dan warga desa lainnya. Bupati pun berjanji untuk membantu penerangan jalan menuju Sepikul yang memang masih gelap. Tentu saja, keberadaan penerangan jalan akan mendukung pengembangan kawasan Sepikul, khususnya untuk gelaran-gelaran di malam hari.

Selesai sambutan, Bupati memberikan bermacam buah dan sayur di gunungan kepada Rakyat. Mereka cukup antusias hingga tidak sampai 5 menit gunungan pun ludes. Gunungan ini merupakan simbol keharmonisan manusia dan alam yang sudah memberikan banyak kebaikan kepada manusia. Pembagian buah dan sayur gunungan oleh bupati kepada Rakyat menunjukkan kedekatan pemerintah dan warganya. Mereka harus mau melayani Rakyat sebagai pemegang kekuasaan yang sebenarnya. 

Event pertunjukan sebenarnya masih menyisakan beberapa gelaran. Tapi karena hujan deras, maka oleh panitia dihentikan demi keamanan. Para seniman pun bisa memahami. Menurut mereka yang terpenting adalah Bupati bisa mengerti harapan para seniman untuk pemajuan kebudayaan. Setidaknya, keinginan bersama warga, pemerintah desa, dan para seniman untuk memiliki agenda tahunan bisa didukung oleh Bupati. Kehadiran dr. Faida, M.MR. setidaknya menjadi bentuk penghargaan sekaligus dukungan atas usaha gotong-royong meretas jalan bagi terciptanya destinasi wisata eko-kultural di Jember.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun