Mohon tunggu...
Metta Karuna
Metta Karuna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswata

saya sama sekali bukan seorang penulis, hanya ingin menyampaikan apa yang saya pikirkan ke dalam bentuk tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tiko Bukan Tikus Kantor

16 Juli 2017   21:19 Diperbarui: 16 Juli 2017   22:14 1565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Orang orang ini benar benar keterlaluan, " sungut   Regar  melempar selembar koran "Hoax Pos"  di atas meja sambil melempar pantatnya ke atas sebuah kursi. 

"Coba pikir,  pejabat sendiri dihina hina ....... koh Liong,   bikin kopi pahit gelas besar, " tambahnya. 

Beberapa langgangan warung kopi "Ting Tong" yang duduk mengeliling meja bundar itu ada yang asyik menyeruput kopinya,  ada yang cuek menikmati tar dan nikotin di sela jari tangannya.

"Apa bos?," sapa Ridha`i sambil mesem mesem. 

"Bang,  pagi pagi sudah kesal,  ingat tensi bang," Thamrin ikut komentar.

Sementara Sumin dan Sing Ah Seng sibuk berbisik bisik entah apa.

Denny menjulurkan lehernya mencoba membaca koran yang dibaca ,"Seorang pejabat negara Antarnusa dimaki maki seorang WN Antarnusa etnis khinankarena masalah antrian".  

Denny melanjutkan membaca berita di bagian agak bawah:" Ketika menumpang sebuah pesawat, seorang pejabat tinggi merasa dihina sekelompok pemuda etnis khinandengan sikap dan kata kata merendahkan". 

"Wah! Apa itu tiko ?" Denny mengernyitkan keningnya . 

"Tiko itu tikus kotor!"  cetus Regar sehabis menyeruput kopinya.

"Koq tikus kotor ?" beberapa orang bergumam . "Bahasa apa pula itu ?" 

"Coba tanya Sing Ah Seng !," saran Denny "Apa itu tiko , koh Seng?"

"Aku baca dulu," tanggap Sing Ah Seng sambil mendekatkan lembaran koran dekat sekali ke matanya,  maklum matanya sudah  plus sekian .  tetapi dia malas mengenakan kaca mata.

"Ooooooh ,  ini ........," kata Sing Ah Seng .

"Terus bagaimana?" beberapa orang penasaran.

"Pagi semuanya, " Syamsul rupanya bergabung . "Koh Ah Seng,  aku perlu pakai mobil mau angkut kelapa , boleh koh?" Syamsul ini tukang panjat kelapa,  tukang jual merangkap tengkulak juga. 

"Boleh,  boleh .  Kau tunggu saja sebentar , Sumin sedang di jalan. Ngopi dulu ya" sahut Sing Ah Seng.

Sing Ah Seng menyedot batangan mengandung racun disela sela jarinya , menghembuskan asapnya ,  kemudian :"Hmmmmmmmm.....  tiko itu bukan tikus kotor!"

"Lalu ?" Seseorang bertanya ,  sedang yang lain mungkin sedang membuka daun telinga.

"Tiko itu  singkatan ,  ti artinya babi ,  ko artinya anjing ......."

"Haaaaaaah ? Keterlaluan!" 

Di setiap suku,  bangsa ,  etnis dan budaya di seluruh dunia mengenal kata kata makian .  Ada kata kata makian yang bahkan sudah terlalu biasa sehingga sudah dianggap biasa . 

"Tikobiasanya diucapkan kalau seseorang sudah merasa sangat kesal. Di masa masa lalu ,  cukup banyak orang orang yang menyalahgunakan kedudukan,  jabatan ,  wewenang dan kekuasaan tanpa dapat dilawan oleh masyarakat.  Mereka melakukan pemerasan halus  atau pemaksaan terang terangan. Masyarakat kecil biasanya cuma mengeluh dan memaki maki di belakang .  Kata makian ini bahkan sering digunakan antar sahabat,  kerabat,  saudara bahkan keluarga di etnis tertentu........." 

Tut,  tut terdengar klakson mobil memutus kata kata Sing Ah Seng.  Rupanya si Sumin,  yang bekerja menyopiri mobil tua Sing Ah Seng sudah tiba .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun